Limbo

LimboLayar gawai di depanku tetap putih. Kosong. Sementara sepasang mataku nanar menghadap layar tersebut. Tak ada kata-kata yang ingin kuketikan di sana. Beragam pikiran berkelebat, namun tak ada yang tertarik untuk kulontarkan menjadi kalimat apalagi paragraf dalam tulisan.

Aku mengalami hal yang ditakuti para penulis. Writer’s block.

Daripada membuang begitu banyak waktuku hanya menatap layar, maka aku melangkah menuju rak yang berisi tumpukan buku. Ada bagian di sana, bagian yang memalukan. Isi rak tersebut adalah buku-buku yang kubeli secara impulsif dan dorongan sesaat karena diskon yang besar. Rata-rata novel tebal berbahasa Inggris, namun ada juga buku-buku berbahasa Jawa dan Melayu.

Sama seperti menulis, aku tak punya keinginan untuk membaca. Ini aneh, padahal julukan kutu buku dulu selalu menempel padaku.

Mengapa hal-hal yang dulu kusukai dan menjadi bagian hidupku kini seolah-olah tak berarti?

Kutatap isi kamarku. Rasanya ada sesuatu yang tak biasa di kamar ini. Masih sama berantakan di beberapa sudut. Aroma dan udaranya juga masih sama. Namun aku yakin ada sesuatu yang berbeda. Belakangan ini aku merasakannya.

Apakah ini benar kamarku atau aku bergerak di dalam limbo?

Atau aku tersesat dalam pikiranku dan tak bisa kembali?

Ada masa ketika aku sulit menentukan fokus. Setiap sel otakku seperti berisikan hal-hal yang menuntut perhatianku, dari isu dunia, masalah di sekitar tempat tinggalku, hingga hal-hal yang tak penting seperti hantu dan rumor.

Setiap beberapa menit atau malah kurang, perhatianku berpindah-pindah dari rahasia memasak kue cucur, cara memandikan kucing, cara mengatasi bau pipis kucing yang menyengat, hingga rumor Avril Lavigne digantikan kembarannya.

Aku terjebak dalam pusaran pikiran itu. Hingga tak sadar waktu berlalu cepat dan aku hanya berlari dalam pikiranku.

Kini aku cemas, apakah aku kini yang sedang berada di kamar, bengong dengan tumpukan buku dan tak bisa menulis itu adalah benar-benar aku atau sekedar sosok yang diciptakan oleh benakku?

Aku jadi bingung dengan realitas diriku. Sebenarnya apa itu hidup dan mati? Apa diriku hidup secara fisik atau hanya hadir secara virtual atau lebih buruk lagi hanya bagian dari ingatan dan pikiran?

Tunggu, kenapa tidak kutuliskan saja kegelisahanku ini ke dalam tulisan?! Entah apakah aku eksis secara realitas atau sekadar kerlipan ingatan, aku ingin menunjukkan aku ada. Syukur-syukur aku bisa terbebas dari limbo ini.

Mengapa aku merasa di dalam limbo? Karena aku yang sekarang tak seperti dulu, atau apakah aku rindu dengan kehidupan dan versi diriku yang dulu?

Entahlah. Lebih baik aku menulis. Jikapun aku enggan menulis di gawai, akan kucoba menulis dengan tulisan cakar ayamku. Semoga diriku yang asli membacanya.

Gambar: pixabay

~ oleh dewipuspasari pada Juli 18, 2024.

Tinggalkan komentar