Siapa Dia: Tribut untuk Sejarah Sinema Indonesia dan Budaya Pop

Bagaimana bila sejarah sinema tanah air diceritakan dalam bentuk film musikal penuh warna? Itulah tantangan yang coba dijawab oleh Garin Nugroho lewat film Siapa Dia yang tayang di bioskop sejak 28 Agustus 2025. Siapa Dia bukan hanya mengisahkan perjalanan panjang perfilman Indonesia, namun juga menautkannya dengan budaya pop (pop culture) dari masa ke masa. Dibintangi aktor populer Nicholas Saputra, film Siapa Dia ibarat tribut, ruang nostalgia, sekaligus karya eksperimen baru Garin untuk menunjukkan cintanya ke sinema Indonesia.
Garin Nugroho memang dikenal sebagai sutradara film yang gemar berinovasi. Setelah sukses memadukan seni panggung dan film lewat Samsara (2024), ia kini mencoba berkreasi lewat jalur film musikal, yakni Siapa Dia yang sampai tulisan ini ditulis (31/8) masih bisa dinikmati di layar lebar meski jumlah pertunjukannya makin mengempis. Garin dalam film ini menggunakan lima babak, termasuk prolog dan epilog yang masing-masing memiliki latar sejarah dan budaya pop tanah air.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Garin menambahkan seni nonfilm dan sejarah sebagai bagian proses bertuturnya dalam sinema. Ia telah beberapa kali melakukan eksperimen menggabungkan film dengan seni lainnya, bahkan lintas medium, seperti dalam film Opera Jawa (2006), Aach… Aku Jatuh Cinta (2016), Nyai (2016), Setan Jawa (2016), dan Samsara (2024).
Dalam Setan Jawa, Garin membubuhkan sejarah kolonialisme Belanda, kemudian menampilkan film dengan gaya teatrikal, tari, dan juga musik gamelan secara live. Samsara tak jauh beda dengan Setan Jawa, tetapi lebih lekat dengan budaya Bali. Mirip dengan Setan Jawa, Samsara ditayangkan dengan perpaduan musik etnik dan modern secara live.
Dalam film Aach… Aku Jatuh Cinta, Garin mulai membubuhkan potret sejarah sosial dan budaya pop Indonesia dari tahun 1970–1990. Dalam film yang dibintangi oleh Pevita Pearce dan Chicco Jerikho ini penonton bisa menyaksikan perjalanan kisah cinta Rumi (Chicco) dan Julia (Pevita) dalam dua dekade. Sepanjang dua dekade tersebut ada perubahan budaya sosial seperti budaya mendengar radio beralih ke menonton televisi, mulai tergerusnya usaha limun rumahan, hingga tren kostum dan budaya pop yang terus berubah secara dinamis.
Apakah film Siapa Dia merupakan film musikal pertama Garin Nugroho? Hal ini bisa diperdebatkan oleh karena pada tahun 2006 ia merilis Opera Jawa yang kaya dengan lagu dalam bentuk tembang Jawa dengan iringan gamelan, juga tarian. Bahkan dialog sebagian besar dirupakan dalam bentuk tembang Jawa.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan film musikal? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musikal merupakan “cerita untuk pentas yang seringkali jenaka dan sentimental, menggunakan nyanyian, tari, dan dialog”. Sementara menurut Himawan Pratista dalam buku Memahami Film, genre musikal merupakan film yang memiliki unsur musik, lagu, dan gerak tari. Lagu dan tari ini mendominasi sepanjang film serta menyatu dengan cerita.
Mengingat definisi tersebut maka Opera Jawa adalah film musikal pertama Garin, diikuti dengan Siapa Dia. Bedanya dalam Opera Jawa hanya memiliki satu latar waktu, sedangkan Siapa Dia memiliki latar lintas jaman, dari era colonial Belanda hingga masa kini.
Tentang Film Siapa Dia
Film Siapa Dia menceritakan seorang aktor dan sutradara terkenal bernama Layar (Nicholas Saputra) yang sedang buntu ide. Ia pulang ke rumah kakek buyutnya dan menemukan koper berisikan surat cinta dari kakek buyut hingga ayahnya. Ia kemudian terinspirasi untuk membuat film musikal lintas jaman dengan bantuan Denok (Widi Mulia) yang mengurusi produksi dan Rintik (Amanda Rawles) yang menjadi penulis naskah.
Proses pra produksi tersebut tersendat-sendat dan mengalami berbagai masalah. Hingga kemudian Layar bersama anggota timnya berhasil menyelesaikannya.
Seperti kisah dalam filmnya, produksi Siapa Dia pun tersendat-sendat. Diungkap oleh produser eksekutif yang juga penata musik dalam film ini, Faizal Lubis, gagasan akan film musikal ini sudah ada sejak tahun 2004 (Media Indonesia, 29 Juli 2025), akan tetapi proses produksi baru dimulai tahun 2022. Sempat diumumkan batal tayang, film ini kemudian mendapat jadwal rilis pada 28 Agustus 2025 di berbagai jaringan bioskop tanah air.
Oleh karena merupakan genre film musikal, Garin banyak menggandeng penyanyi yang juga pemeran film. Mereka di antaranya Dira Sugandi, Monita Tahalea, Widi Mulia, Sita Nursanti, dan Gisella Anastasia. Namun selain itu juga tampil Amanda Rawles, Ariel Tatum, Morgan Oey, Cindy Nirmala, Happy Salma, Joanna Alexandra, Bima Zeno, dan Angkasa Thulo mendampingi Nicholas Saputra.
Garin Nugroho melibatkan Eko Supriyanto, penari dan koreografer, yang juga terlibat dalam Setan Jawa untuk menggarap koreografi tari. Sedangkan untuk desain kostum, Garin mengajak langganan piala Citra dan perancang busana yang sering bekerja sama dengannya, yakni Retno Ratih Damayanti.
Analisis Aspek Sejarah Sinema Tanah Air dan Budaya Pop
- Bagian Prolog: Cerita dalam Koper
Pada bagian prolog ini dikisahkan Layar yang terinspirasi untuk membuat film musikal setelah menemukan koper berisi surat-surat cinta peninggalan ayah hingga kakek buyutnya. Latar waktunya adalah masa kini.
Ketika Layar mengajak Denok, Rintik, dan anggota timnya menyusun skenario di gedung bekas pabrik gula, mereka membahas film-film lawas. Salah satunya adalah film Terang Boelan. Lalu kemudian muncul adegan Layar bersantai di pinggir kolam renang dengan Denok, Rintik, dan kawan-kawannya menari dengan kostum santai seperti di Hawaii.
Rupanya adegan menari dengan dandanan Hawaii tersebut erat kaitannya dengan film Terang Boelan yang dirilis tahun 1937. Film Terang Boelan ini naskahnya ditulis oleh Saeroen, disutradarai oleh Albert Balink, dan dibintangi oleh Roekiah, Rd Mochtar, dan E. T. Effendi. Film percintaan ini laris manis dan dipromosikan dengan Indonesia yang pada masa itu disebut Hindia Belanda sebagai negeri yang eksotis dengan lagu-lagu keroncong dan panorama indah seperti Hawaii.
- Cerita Kakek Buyut, Era Kolonial Belanda
Pada babak pertama yang menceritakan kakek buyut Layar ini ada begitu banyak referensi film dan budaya pop yang dirujuk. Di sini dikisahkan kakek Layar menjadi Kepala Stasiun Tuntang, stasiun kecil di Semarang yang berfungsi untuk mengangkut hasil perkebunan. Ia jatuh cinta pada Nurlela, bintang Komedi Stamboel dari rombongan Dardanella yang kemudian dihukum mati karena diduga mata-mata. Selanjutnya si kakek buyut jatuh hati pada Juwita saat menyaksikan Loetoeng Kasaroeng.
Pada babak ini film-film yang dirujuk adalah Loetoeng Kasaroeng yang disebut sebagai film pertama Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda saat itu. Film ini dirilis tahun 1926, disutradarai oleh L. Heuveldorp, dan dibintangi oleh Martoana dan Oemar.
Sedangkan budaya pop yang menjadi referensi adalah keberadaan Komedi Stamboel yang merupakan teater keliling yang lahir di Surabaya tahun 1891, kemudian popular hingga ke berbagai kota hingga ke Singapura dan Malaka. Cerita yang biasa diadopsi adalah kisah Seribu Satu Malam. Ini bisa dilihat pada kostum Nurlela (Monita Tahalea) yang seperti pada sosok gadis dalam Seribu Satu Malam.
Bagaimana dengan musik keroncong, bioskop, Dardanella, untaian melati, dan lagu Di Wajahmu Kulihat Bulan?
Kelima hal tersebut memang muncul pada awal tahun 1900-an. Dardanella merupakan kelompok sandiwara Opera Melayu yang sangat terkenal mulai tahun 1920-an. Mereka melakukan lawatan pertunjukan hingga ke Singapura, New Delhi, Roma, Kairo, dan Amsterdam. Salah satu tokoh Dardanella adalah Ratna Asmara yang kemudian menjadi sutradara perempuan pertama dengan filmnya Dr. Samsi (1952).
Sosok Nurlela pada film ini yang disebut mata-mata dan kemudian ditembak mati mengingatkan pada sosok Mata Hari. Ia seorang penari yang rupanya juga agen rahasia Jerman dengan nama asli Margaretha Geertruida Zelle.
Nurlela digambarkan menggemari melati. Ia menggunakannya untuk hiasan kepala dan kemudian untuk ditebarkan ke Kasur untuk membuatnya bersemangat dalam bernyanyi. Melati sendiri adalah puspa bangsa, dikenal sebagai hiasan untuk pengantin perempuan, Ada berbagai lagu tentang melati yaitu Melati di Tapal Batas (1947) dan Melati Suci (1974) yang menunjukkan pentingnya melati bagi kehidupan masyarakat Indonesia
Sedangkan musik keroncong yang sebenarnya merupakan musik asal Portugis, muncul pada tahun 1661 di Kampung Tugu, Batavia. Namun, popularitasnya naik setelah digunakan sebagai musik pengiring Komedi Stambul. Alat musik yang khas dari keroncong adalah ukulele. Salah satu lagu yang juga punya aransemen keroncong Betawi adalah Jali-jali yang juga muncul dalam film ini.
Dalam babak ini juga disebutkan kehadiran bioskop sebagai tempat pertemuan baru manusia dan film bioskop Loetoeng Kasaroeng yang disebut gambar ajaib. Film Gone With The Wind yang diirlis tahun 1939 juga popular di Indonesia, kemudian mulai muncul film silat yang dikenal sebagai adu jotos.
Sementara lagu Di Wajahmu Kulihat Bulan sebenarnya lebih cocok tampil di babak lainnya karena lagu karya Mochtar Embut ini dirilis tahun 1960 meskipun musisi ini hidup pada tahun 1934-1973.
- Cerita Kakek: Peci dan Revolusi
Pada masa ini kakek Layar jatuh hati pada pejuang perempuan bernama Mui yang kemudian diasingkan. Ia kemudian jatuh hati ke petugas PMI bernama Maria. Lagu-lagu yang muncul pada babak ini adalah Kopral Jono yang merupakan karya Ismail Marzuki. Ia adalah musisi yang banyak menghasilkan lagu-lagu kebangsaan.
Babak ini berlatar penjajahan Belanda yang kemudian berlanjut ke kolonialime Jepang, Indonesia Merdeka, hingga kemudian era pemberontakan PKI 1965. Muncul nama-nama seniman seperti Ibu Soed, Affandi, Sudjojono, Basuki Abdullah, Armijn Pane, dan Usmar Ismail yang kemudian menjadi bapak film Indonesia, disertai cuplikai film Tiga Dara (1957).
Dalam babak ini disebutkan pada tahun 1945 ada 24 film. Setelah Indonesia merdeka jumlah film berlipat. Sayangnya pada era kepemimpinan Soeharto banyak film disensor. Di era ini film Ben-Hur (1959) juga sangat populer.
Pada babak ini juga dikupas era wayang orang yang juga mulai popular. Rupanya sutradara wayang orang sering membuat cerita tanpa scenario. Cerita langsung disampaikan ke pemain beberapa saat sebelum mereka pentas.
- Cerita Ayah: Anak Jalanan
Cerita ayah bermula tahun 1970 ketika Ari Topan dan film-film anak jalanan diminati. Pada era lembaga sensor pun dimulai. Ayah Layar digambarkan kerja serabutan selain bekerja sebagai wartawan. Seorang gadis pemilik persewaan komik jatuh hati padanya dan kemudian berhasil merebut hatinya. Sayangnya era komik ini di akhir babak digambarkan mulai tak laku. Mulai muncul komik Jepang alias manga.
Di sini kostum warna-warni dengan bandana, lalu dandanan ala Punk seperti film Mad Max pun tampil di layer. Film Mad Max dirilis tahun 1979 dan popular di Indonesia. Pada tahun ini juga laris film Si Buta Dari Gua Hantu (1970) dan Cintaku di Kampus Biru (1976). Tahun 1980-an menjadi era keemas an film Indonesia dengan banyak sutradara beken seperti Teguh Karya, Syumanjaya, dan Nyai Abbas Akub. Film Badai Pasti Berlalu (1977) laku keras. Lagu-lagu dalam film tersebut yang dibuat oleh Eros Djarot pun banyak disukai hingga saat ini.
Babak ayah Layar ini ditutup dengan kisah sedih seperti novel dan komik yag kalah bersaing dengan novel dan komik luar. Demikian juga dengan era film tanah air yang memasuki era kegelapan dengan munculnya film esek-esek. Hanya ada beberapa film unggulan seperti Kuldesak (1998). Bioskop banyak yang tutup dan bangkrut. Film dikuasai Hollywood dan film manca lainnya.
- Epilog, Kembali Ke Masa Kini
Pada masa kini ada begitu banyak referensi film. Kutipan yang menarik adalah “Semua serba layer, di kamar juga di jalan” ini menggambarkan era bioskop hingga era streaming, termasuk juga tayangan iklan di videotron.
Begitu banyak film ditampilkan dalam babak epilog ini diiringi lagu popular karya Achmad Albar berjudul Panggung Sandiwara. Film-film yang hadir dari Petualangan Sherina, Janji Joni, Ada Apa dengan Cinta, Yuni, hingga KKN di Desa Penari.
Pada babak ini digambarkan film musikal tersebut akhirnya tuntas dan Layar pergi menghilang. Sedangkan Denok menikah dengan pria lainnya.
Lantas Apakah Siapa Dia Berhasil Menyampaikan Surat Cinta untuk Sejarah Perfilman Nasional?
Selama 102 menit penonton dimanjakan oleh gambar-gambar indah dari kamera yang dipimpin oleh Muhammad Firdaus. Desain set dan properti tiap jaman diperhatikan. Hal ini termasuk poster film yang menjadi referensi film yang dimaksud dan benda-benda yang tampil dalam film. Ini selaras dengan kutipan dalam film yaitu “Benda-benda membawa cerita, wajah-wajah menyelami sejarah…”.
Dari tari dan musik, semuanya enak didengar, termasuk suara dan penampilan dari aktor dan aktris yang bukan penyanyi, seperti Nicholas Saputra dan Ariel Tatum. Mereka terlihat bekerja keras untuk berlatih nyanyi dan menghafal koreografi tari. Aransemen musiknya juga membuat penonton terdorong untuk ikut bernyanyi.
Yang juga patut diapresiasi adalah divisi kostum yang detail dan kaya riset. Kostum tiap pemain diperhatikan, termasuk yang hanya berperan sebagai extras. Detail kostum seperti dalam film Mad Max dengan masker wajah dan dandanan ala punk menarik dilihat. Ini selaras dengan kutipan “kostum menggambarkan kehidupan”.
Dari segi kualitas film, film Siapa Dia di atas rata-rata dan patut mendapatkan dua jempol. Sayangnya film ini kurang berjaya dari sisi komersial. Berdasarkan data Cinepoint, hingga saat ini (31/8 Siapa Dia hanya mengumpulkan 4.842 penonton dan tersisa 519 layar.
Selain karena promosi yang kurang gencar, memang film ini dirasa berat karena memiliki embel-embel lintas sejarah. Padahal sejarah film dan budaya pop di sini disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Selain itu sisi minus film ini yaitu sejarah dalam film ini kurang runtut, kadang-kadang lompat seperti munculnya lagu Di Wajahmu Kulihat Bulan yang rilis tahun 1960 tapi muncul di babak kakek buyut Layar yang berlatar sebelum tahun 1935.
Meskipun Siapa Dia gagal secara komersial, film ini sukses merebut hati sebagian penonton Indonesia. Yang tak kalah penting niatan produser Siapa Dia untuk menjadikan film sebagai arsip hidup pun tercapai. Siapa Dia berhasil memberikan persembahan untuk sinema. Indonesja serta memberikan apresiasi tinggi untuk mereka yang hidup dan menghidupi film Indonesia.
Info Film:
Judul: Siapa Dia | Penulis Skenario: Garin Nugroho| Sutradara: Garin Nugroho| Produser Eksekutif: Faizal Lubis | Produser: Reza Hidayat, Marlia Nurdiyani, Indra Riwayat, Oscar Sagita, dan Wirya Witoelar | Pemeran Film: Nicholas Saputra, Dira Sugandi, Monita Tahalea, Widi Mulia, Sita Nursanti, Gisella Anastasia, Amanda Rawles, Ariel Tatum, Morgan Oey, Cindy Nirmala, Happy Salma, Joanna Alexandra, Bima Zeno, dan Angkasa Thulo | Komposer: Arfin Iyonk, Ari Lasso, Faizal Lubis, dan Guntur Nur Puspito| Penata Kostum: Retno Ratih Damayanti | Director of Photography: Muhammad Firdaus| Art Director: Edy Wibowo | Editor: Rozy Anwar dan Andi Pulung Waluyo | Rumah Produksi: Fabis Entertainment| Genre: Musikal | Durasi Film: 102 menit | Rating Usia : 13+
Referensi:
Sejarah Bunga Melati. 2014. [https://bungamelatitegal.blogspot.com/2014/10/sejarah-bunga-melati.html]. Diakses pada 31 Agustus 2025.
Pratista, Himawan. 2017. Memahami Film Edisi Kedua. Montase Press
Puspasari, Dewi. 12 Januari 2022. Setan Jawa, Kisah Mistis Pesugihan yang Dikemas Ala Mixed Media Art. [https://www.kompasiana.com/dewi_puspa/61deb26c1b796c101e517523/setan-jawa-kisah-mistis-pesugihan-yang-dikemas-ala-mixed-media-art]. Diakses pada 31 Agustus 2025
Marvela. 13 Maret 2025. Film Musikal Pertama Garin Nugroho Siapa Dia Batal Tayang. [https://www.tempo.co/teroka/film-musikal-pertama-garin-nugroho-siapa-dia-batal-tayang-1219250]. Diakses pada 31 Agustus 2025
Fathurrozak. 29 Juli 2025. Film Siapa Dia Jadi Musikal Pertama Nicholas Saputra. [https://mediaindonesia.com/hiburan/796005/film-siapa-dia-jadi-musikal-pertama-nicholas-saputra]. Diakses pada 31 Agustus 2025
Total Admission Siapa Dia. [Cinepoint.com]. Diakses pada 31 Agustus 2025.
Full Credit Siapa Dia. [https://www.imdb.com/title/tt27341149/fullcredits]. Diakses pada 31 Agustus 2025.
Sejarah Bunga Melati. 2014. [https://bungamelatitegal.blogspot.com/2014/10/sejarah-bunga-melati.html]. Diakses pada 31 Agustus 2025.
Kredit gambar: Fabis Entertainment dalam IMDb
