Ingatan Itu

Aku tidak ingat apa-apa. Percayalah. Ingatan itu sudah terkupas dalam lapisan-lapisan neuronku. Entahlah siapa yang menyabotase benakku, pastinya ia berkepentingan dengan data tersebut seperti Kalian.
Ketiga orang itu memasuki ruanganku. Dan seperti kuduga mereka memaksaku mengingat dengan cara menginterogasiku. Aku menggeleng, karena benar-benar tidak tahu yang mereka maksudkan.
Satu orang nampak lelah dan nampak sangt kesal padaku. Seorang lainnya yang berhidung agak bengkok, lalu membuka map dan mengeluarkan foto-foto. Sebuah foto yang menggiriskan. Tentang sekumpulan orang yang terkumpul di ruangan sempit.
Ia menunjukkan satu-persatu foto itu kepadaku. Aku tidak ingin melihatnya. Sebuah foto penuh derita. Ada anak-anak kecil di sana. Hah apakah aku ada sangkut pautnya dengan imigran ilegal itu?
Aku tidak tahu apa-apa tentang imigran ilegal itu. Aku merasa lelah dan mereka tidak bisa terus menanyaiku hal-hal yang tidak kutahu.
Mereka nampak berpandangan. Yang kerah bajunya paling kaku dan rambutnya begitu penuh gel berkata bahwa itu bukan imigran legal. Ia berkata aku ada kaitannya dengan human traficking. Astaga, lebih parah lagi, aku menganga. Terkejut.
Aku menghela nafas, apakah aku seperti dugaan mereka. Sejahat itukah aku sehingga melakukan perbuatan keji itu.
Mereka nampak bercakap-cakap. Si hidung bengkok nampak lelah dan mengusap-usap kepalanya. Yang perempuan hanya diam memgikuti kedua rekannya.
Pria dengan rambut klimis yang kuduga pemimpinnya berdehem. Perkataannya selanjutnya mengejutkanku. Aku bukan pelaku atau terlibat di human traficking, akulah salah satu korban dari perbuatan keji itu.
Mataku membelalak tak percaya…
