Hambar
Sotong yang dimasak dengan bumbu kemerahan itu nampak menggiurkan. Bagian tubuhnya dikerat agar bumbu bisa masuk sempurna. Wah aku harus menyantapnya. Menyusul kemudian cumi tepung dihidangkan.
Sup ikan dalam mangkuk kemudian ditata dan dihidangkan. Ini adalah hidangan pembuka. Sebaiknya disantap pertama.
Sambil menunggu hidangan tiba tadi kami bercakap dengan tamu yang sudah beberapa tahun tinggal di Lampung bagian barat. Namun ia tinggal di Liwa. Sementara kami bersantap di sebuah pantai di Lampung bagian barat.
Ia bercerita selama tinggal di Liwa ia masak sendiri untuk keluarganya. Ia jarang membeli makanan di luar. Aku kagum. Tapi kemudian ia melanjutkan kisahnya.
Karena berasal dari Jawa Timur sepertiku, ia dan keluarga kecilnya terbiasa dengan masakan berbumbu gurih dan pedas. Ia asli Lumajang dan suaminya orang Surabaya. Mereka kaget dengan masakan di Liwa yang menurut mereka kurang berbumbu. Hambar, katanya.
Eh…
Seperti kata-katanya, sup ikan itu tak ada rasanya sama sekali. Hanya rasa gurih ikan samar-samar. Kuahnya kurang berani. Duh jadi ingin kutambahkan lada, bawang, dan garam.
Ketika kusantap cumi tepung, aku lagi-lagi mau menangis. Duh andai aku tadi bawa aneka bumbuku dan membawa wajan. Ingin kuolah lagi makanannya.
Sotong bumbu merahnya ternyata juga cuma warnanya saja yang nampak menggoda. Aku tak paham sama sekali kenapa rasanya tetap hambar, tak ada rasa yang kompleks, manis, asam, ataupun pedas.
Aku pun menyerah. Untung ada kucing membantu kami untuk makan. Meski sebenarnya kami kecewa dan aku ingin sekali menambahkan bumbu ke masakan ini. Duh sayang bahannya.
Tapi tak semua masakan di Lampung di bagian barat itu hambar. Di tiga tempat makan, aku masih menjumpai masakan yang berasa. Syukurlah.
Terkait
~ oleh dewipuspasari pada Oktober 22, 2024.
Ditulis dalam Kuliner
Tag: Hambar, masakan hambar
