Bersemangat Seperti Laura: #4 Berkenalan dengan Almanzo

tahun bahagia

Meskipun nama Almanzo tidak asing karena setiap penduduk kota  de Smet, Dakota, menyanjungnya, Laura tidak memiliki niat untuk mengenalnya lebih dalam apalagi setelah ia tahu Almanzo adik bungsu dari mantan gurunya, Eliza Jean. Ia hanya mengagumi dua kudanya yang cantik, demikian juga kereta buginya.

Laura memang merasa tidak cantik. Tubuhnya tidak seramping teman-temannya dan ia terkadang berkecil hati karena keluarganya miskin.

Ketika orang tuanya ingin menyekolahkan Mary di sekolah khusus anak buta, Laura pun bekerja di kota sebagai penjahit. Ia juga rajin belajar agar lulus menjadi guru seperti cita-cita si Mary. Akhirnya ia berhasil mengumpulkan dana yang cukup untuk Mary. Dan Mary yang tabah kembali tersenyum.

Di kota ada banyak kegiatan menarik apalagi semakin banyak orang yang tinggal di sana. Sekolah juga mengadakan berbagai kegiatan, salah satunya adalah acara untuk menguji kepandaian murid-muridnya. Dan Laura mendapat porsi paling banyak.

Setelah sempat bertemu dan berkenalan di jalan, selepas acara tersebut Almanzo menawarkan diri untuk mengantar Laura pulang. Laura merasa malu dan terkejut karena ia masih belia. Saat itu Laura masih menganggap Almanzo pemuda yang telah dewasa, karena usia mereka terpaut cukup jauh, yaitu 10 tahun.

Ada buku tersendiri yang mengisahkan Almanzo masa kecil. Berbeda dengan keluarga Laura, keluarga Almanzo adalah petani yang berhasil. Panen mereka hampir selalu berhasil, mereka punya banyak ternak dan juga lahan pertanian yang luas. Kelaparan tidak ada dalam kamus mereka karena setiap hari mereka bisa menyantap daging, roti, keju, mentega, serta susu segar.

anak tani

Almanzo adalah putera bungsu keluarga Wilder. Royal, Eliza, dan Alice adalah kakak-kakaknya. Ia paling dekat dengan Alice yang ceria. Nama Almanzo cukup unik karena ada tradisi di keluarga tersebut untuk menamakan anak mereka dengan Almanzo untuk mengenang jasa seorang Timur Tengah yang menolong kakek buyut mereka saat perang salib.

Setelah peristiwa mengantar pulang tersebut, Laura beberapa kali menerima tawaran tersebut hingga Ma, ibu Laura sewot. Ia merasa Laura terlalu muda untuk diperhatikan secara khusus oleh pria.

Dan ketika Laura kemudian lulus ujian guru dan menjadi guru kali pertama di tempat yang jauh, ia baru menyadari perhatian dari Almanzo. Ya, Almanzo rela jauh-jauh menjemputnya pada Jumat malam dan mengantarnya kembali ke pondokannya pada Minggu siang. Mereka juga sering bepergian dengan kereta bugi pada Minggu siang setelah Laura bebas dari tugasnya menjadi guru.

Almanzo kemudian membeli seekor kuda yang rupanya cukup liar dan berhasil dijinakkan oleh Laura. Dan rupanya Laura sangat ahli menangani kuda. Hingga suatu saat Almanzo melamarnya. Tidak ada yang romantis di acara tersebut. Almanzo hanya bertanya apakah ia mau diberi cincin, dan Laura menjawab bergantung orangnya. Jika orangnya itu aku? Laura kembali menjawab lugas, bergantung cincinnya. Dan cincin emas dengan batu delima itu kemudian tersemat di jari Laura menandakan pertunangan mereka.

Tiga tahun mereka saling mengenal, Almanzo kemudian membangun rumah untuk ditempati mereka berdua. Upacara pernikahan sangat sederhana, hanya mengucap janji suci dan dirayakan di rumah bersama keluarga dan sahabat. Laura bahkan belum sempat menjahit baju pengantinnya dan hanya menggunakan gaun hitam. Pernikahan tersebut menjadi momen perpisahan masa kanak-kanak Laura bersama keluarganya dan menjadi dewasa bersama Almanzo. Usianya baru 19 tahun dan ia bersiap menjadi istri dan petani yang tangguh.

Referensi:
1. Anak Tani
2. Kota Kecil di Padang Rumput
3. Tahun-tahun Bahagia

~ oleh dewipuspasari pada Maret 14, 2014.

Tinggalkan komentar