“Shrek”, Kisah Dongeng yang Anti Mainstream
Dalam film-film putri Disney umumnya puteri dan pangeran digambarkan sebagai gadis yang cantik dan pemuda yang tampan. Oleh karenanya menurutku film “Shrek” ini jenis cerita puteri dan peri yang anti mainstream. Oleh karena tokoh utama bukan pangeran tampan berkuda putih, melainkan sosok ogre yang buruk.
Ogre tersebut bernama Shrek. Ia seorang ogre yang pemarah dan suka hidup menyendiri di rawanya. Kehidupannya yang damai terusik ketika tiba-tiba ada begitu banyak makluk dongeng di kawasan tempat tinggalnya. Salah satunya adalah keledai yang bisa berbicara yang disapa donkey. Rupanya mereka diusir oleh pasukan Farquaad.
Shrek pun tak terima dan mendatanginya. Ia pun mengadakan perjanjian dengan Farquaad, jika ia berhasil menyelamatkan putri Fiona maka ia akan kembali mendapatkan wilayahnya bebas makhluk dongeng. Ia pun bersama donkey melakukan perjalanan menyelamatkan sang puteri. Rupanya puteri Fiona tak seperti dugaan keduanya. Siapa sebenarnya Fiona?
Shrek jika hanya melihat di awal mungkin kurang menarik. Tapi jika menyaksikannya secara keseluruhan maka film ini sungguh menarik, bahkan akan sangat menarik bagi penggemar kisah dongeng (fairy tale) karena referensi cerita dongeng di sini komplet. Ada begitu banyak makhluk dongeng dalam film ini, dari manusia jahe, serigala dengan gaun nenek dan tiga babi kecil, tikus buta, putri salju atau Snow White dan 7 kurcaci, Pinokio, dan cermin yang dimiliki lawan putri Salju. Oh ya jangan lupa juga ada Robin Hood.
Ceritanya segar dan entah kenapa aku merasa seolah-olah film ini adalah parodi dari pakem dalam film populer. Di sini pasangannya bukan sosok yang cantik dan tampan. Robin Hood-nya juga digambarkan sebagai sosok hero yang memikat, malah terkesan jadi soson antagonis.
Ya, aku puas tertawa terbahak-bahak menyaksikan film ini belasan tahun lalu. Ketika menyaksikannya lagi aku masih bisa nyengir menonton beberapa adegan kocaknya juga dialog yang dilontarkan donkey yang cerewet.
Ceritanya memang tak mengikuti pakem cerita dongeng pada umumnya. Tokoh utamanya juga bukan sosok yang sempurna. Alhasil “Shrek” adalah kisah dongeng yang lebih membumi.
Apresiasi juga patut diberikan ke Eddie Murphie yang mengisi suara si keledai. Ia begitu piawai menghidupkan sosok donkey yang cerewet dan kerap melontarkan kata-kata yang konyol, namun sesekali dialognya nampak cerdas. Ia pas melengkapi sosok Shrek yang lebih pendiam dan penggerutu.
Hingga saat ini sudah ada empat film Shrek, belum lagi spin off dan film pendeknya. Tapi menurutku film perdananya paling memikat, dari segi alur, musik latar, dan juga karakter-karakternya.
Gambar: IMDb/Dreamworks