JKN dan e-Health Bantu Wujudkan Perdesaan Sehat

Munculnya kasus balita yang mengalami gizi buruk di Surabaya pada 2005-2006 membuka mata warga metropolitan jika kualitas dan pendidikan kesehatan di masyarakat belum merata. Padahal, Surabaya masuk kota besar di Indonesia. Sehingga muncul pertanyaan di masyarakat, di kota besar saja kualitas kesehatan belum merata, lantas bagaimana dengan kualitas dan pendidikan kesehatan di desa tertinggal? Akankah implementasi JKN dan e-Health mampu mewujudukan perdesaan sehat?

Kasus gizi buruk yang menimpa para balita di Surabaya tahun 2006 juga terjadi di kota-kota lain, termasuk di daerah-daerah pelosok yang masuk desa tertinggal. Kemiskinan dan kurangnya pendidikan berperilaku hidup sehat membuat kasus gizi buruk ini belum sepenuhnya mampu diberantas oleh pemerintah.

Padahal gizi memegang peranan penting dalam proses tumbuh kembang manusia, khususnya pada tiga tahun pertama. Pada kasus-kasus gizi buruk tersebut, banyak di antaranya yang memiliki pertumbuhan fisik yang tidak sempurna. Bahkan, banyak di antaranya yang kemudian tidak bernyawa.

Gizi merupakan satu di antara lima pilar kesehatan. Selain gizi, empat pilar lainnya adalah sanitasi, ketersediaan dokter dan bidan, serta air bersih

Dibandingkan kota-kota besar, desa tertinggal memiliki problema yang beragam terkait dengan kesehatan. Permasalahan tersebut seperti tingkat kematian ibu dan bayi yang tinggi, sanitasi yang buruk, kasus gizi buruk yang tinggi, dan ketersediaan air bersih yang terbatas.

 

Desa Tertinggal

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan desa tertinggal?

Desa tertinggal adalah desa-desa yang perkembangannya jauh di bawah rata-rata daerah lainnya dalam skala nasional dan berpenduduk relatif tertinggal dari segi kualitas SDM, kesejahteraan, dan infrastruktur di desa tersebut. Karakteristiknya biasanya mereka hidup tersebar di suatu daerah yang terpelosok.

Desa tertinggal ini memiliki jumlah penduduk sekitar 20 persen dari total penduduk Indonesia yang menempati luasan wilayah 56 persen dari keseluruhan wilayah Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, ada 183 kabupaten yang masuk daerah tertinggal. Duapertiganya berada di Indonesia bagian timur. Selain itu, ada 27 kabupaten di daerah perbatasan dan 62 pulau terdepan yang masuk daerah tertinggal.

Di desa tertinggal, kesehatan menjadi isu yang penting selain kualitas SDM dan kemiskinan. Angka kematian ibu dan bayi di desa tertinggal relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya. Angka kematian ibu bisa lebih dari 228 per 100 ribu jiwa dan kematian bayi rata-rata lebih dari 38 bayi per seribu kelahiran. Belum lagi kasus gizi buruk yang pernah memuncak di di desa tertinggal di Nusa Tenggara Barat.

Permasalahan kesehatan ini disebabkan banyak hal, mulai dari kebiasaan hidup sehat yang kurang membudaya, sanitasi di lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah yang rendah, ketersediaan air bersih yang terbatas, infrastruktur desa yang buruk, dan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas.

Infrastruktur yang buruk membuat masyarakat desa sulit melakukan perjalanan menuju puskesmas atau posyandu. Mereka harus berjalan kaki berkilo-kilo hingga mengarungi sungai atau selat untuk mencapai layanan kesehatan.

Kehidupan yang miskin juga membuat mereka sulit memiliki rumah dan lingkungan tempat tinggal yang layak. Di desa-desa yang masyarakatnya miskin, banyak yang tinggal serumah dengan ternak seperti kambing dan ayam. Ada pula yang rumahnya lembap dan memiliki genangan-genangan air sehingga penghuninya berisiko terancam demam berdarah.

Tidak sedikit pula masyarakat desa tertinggal yang tidak memiliki sumur, kamar mandi yang layak, dan jamban. Alhasil mereka menjadikan sungai sebagai sumber air berbagai aktivitas. Kesehatan mereka pun rapuh dan terancam penyakit kulit dan perut.

Kemiskinan dan pengetahuan kesehatan juga membuat gizi yang menjadi asupan ibu hamil-menyusui dan balita menjadi kurang. Ibu hamil-menyusui banyak yang kekurangan zat besi dan bayi hingga balita masih banyak yang mengalami gizi buruk. Pada tahun 2004, penderita gizi buruk masih mencapai 664 ribu balita. Hingga sekarang gizi buruk belum berhasil diberantas sepenuhnya.

Dari segi tenaga kesehatan, banyak dokter dan bidan yang enggan ditempatkan di desa tertinggal. Infrastruktur dan akomodasi yang buruk membuat mereka tidak betah ditempatkan di desa-desa tertinggal. Perbandingan antara jumlah dokter dan bidan di kota besar dan desa tertinggal sangat mencolok. Di desa tertinggal seperti di Gorontalo pada 2011 hanya ada 235 dokter dan 352 bidan, sedangkan di Jawa Timur ada 8.186 dokter dan 12.025 bidan (sumber Badan PPSDM Kesehatan). Jika jumlah dokter dan bidan mencapai 33.172 dan 120.924 pada tahun 2011, maka hanya 0,71% persen dokter dan 0,29% bidan yang ditempatkan di Mamuju.

Puskesmas juga masih terbatas. Tahun 2002 hanya tersedia 3-4 puskesmas untuk melayani 100 ribu penduduk. Rata-rata petugas kesehatannya hanya terdiri atas perawat dan tenaga kesehatan lainnya dengan alasan seperti paragraf sebelumnya.

 

Pilar Kesehatan Mendukung Perdesaan Sehat

Apa keterkaitan antara pilar kesehatan dalam mendukung desa sehat?

Pilar kesehatan yang terdiri atas lima pilar jelas mendukung perdesaan sehat Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pembangunan Perdesaan Sehat yang dicanangkan pada 20 Desember 2012 Di Desa Entikong, Kabupaten Perbatasan Sanggau, Kalimantan Barat.

perdesaan sehat-lima pilar

Definisi perdesaan sehat berdasarkan peraturan tersebut adalah menjadikan perdesaan di daerah tertinggal memiliki kualitas kesehatan yang unggul dengan meningkatkan kapasitas lembaga dan infrastruktur pelayanan kesehatan dasar. Ada lima prioritas/pilar perdesaan sehat, yaitu 1) Mempercepat ketersediaan dokter puskesmas, 2) Mempercepat ketersediaan bidan desa, 3) Ketersediaan air bersih bagi setiap rumah tangga, 4) Sanitasi yang baik, dan 5) Gizi seimbang terutama bagi ibu hamil menyusui dan balita.

Dengan adanya lima pilar tersebut diharapkan mempercepat terwujudnya perdesaan sehat. Kelima pilar tersebut ada yang saling terkait dan jika tidak ada salah satunya akan membuat target kualitas kesehatan di desa tersebut sulit diraih. Misalnya hubungan air bersih dan sanitasi. Jika sanitasi di lingkungan tersebut baik maka air bersih akan lebih mudah diperoleh. Gizi penting bagi ibu hamil, namun jika tidak dibantu bidan saat melahirkan atau hidup di lingkungan yang sanitasinya buruk maka nyawa bayi dan si ibu bisa terancam.

 

Menyukseskan Implementasi JKN dan e-Health

Memperoleh pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar rakyat. Setiap warga negara tanpa dibedakan oleh status sosialnya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Sebelum diterapkan jaminan kesehatan oleh pemerintah daerah, banyak warga miskin yang kesulitan membiayai pengobatannya sehingga mereka baru ditangani setelah memasuki stadium akhir atau ketika penyakitnya sudah cukup parah. Jaminan kesehatan yang diimplementasikan pemda masa itu juga baru dilaksanakan di beberapa tempat dan belum menjangkau seluruh warga di daerah tersebut.

Jaminan Kesehatan Nasional

Baru pada tahun 2014 diimplementasikan program jaminan kesehatan yang berlaku secara nasional (JKN). Program ini sebenarnya terlambat beberapa tahun karena dasar hukumnya sudah dibentuk sejak tahun 2004 yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

 

 

 

Dengan adanya JKN diharapkan pelayanan kesehatan bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. Bagi masyarakat miskin mereka disubsidi sehingga mereka tidak perlu lagi memikirkan biaya pengobatan. Adanya program ini juga mensyaratkan jumlah tenaga medis yang cukup dan merata di seluruh penjuru nusantara sehingga para lulusan tenaga kesehatan akan ditempatkan di desa-desa tertinggal untuk mewujudkan misi JKN tersebut.

JKN menjadikan puskesmas dan dokter keluarga sebagai pintu pertama pelayanan kesehatan sehingga diperlukan keberadaan puskesmas yang cukup untuk melayani jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, yaitu lebih dari 250 juta jiwa. Adanya JKN ini juga akan membuat puskesmas dan rumah sakit berbenah diri meningkatkan pelayanannya untuk meraih target kualitas kesehatan nasional yang jauh lebih baik.

Implementasi e-Health

Teknologi diciptakan untuk mempermudah kegiatan manusia. Begitu pula halnya dengan e-health, yaitu sistem enterprise yang mengkolaborasikan seluruh pelaku kesehatan dan pasien. Siapa saja pelaku kesehatan? Mereka adalah tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, dan perawat; produsen obat dan apotik; petugas perekaman medis; intitusi kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas; serta institusi pendidikan kesehatan.

Ada beragam definisi dan bentuk dari e-health dimana intinya sistem informasi ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dengan berbagi data tentang catatan medis si pasien, mengetahui penyebaran tenaga kesehatan di lingkup nasional, dan juga mengetahui tren penyakit di setiap daerah serta memberikan informasi kesehatan secara cepat.

index

Bentuk e-health bisa berupa electronic medical repot dimana ada fasilitas sharing data catatan medis pasien antar institusi kesehatan. Ada juga yang berupa telemedicine, dimana terdapat informasi tentang keahlian medis yang diperlukan untuk menangani pasien. Ada juga yang berupa ePrescribing atau sistem resep obat secara online sehingga resep obat diatur oleh sistem bukan oleh dokter. Ada pula m-Health dimana info kesehatan dapat diakses secara mobile melalui sms atau perangkat media sosial lainnya.

Banyak manfaat yang diperoleh dari e-Health dimana sistem enterprise ini akan mendukung pemerataan kualitas kesehatan tanpa dibatasi oleh geografis. Dengan adanya sharing data rekam medis, kasus kesalahan tindakan medis akan terminimalisir atau tidak lagi dilakukan deteksi penyakit secara berulang. Pelayanan kesehatan tiap pasien akan jauh lebih cepat.

Adanya telemedicine akan membuat setiap pasien mendapatkan pelayanan medis sesuai standar. Begitu juga dengan adanya ePrescribing, tindak jual beli obat oleh dokter akan bisa dikurangi. Ketersediaan obat akan bisa terpantau sehingga tidak ada oknum yang mempermainkan harga obat. M-Health juga akan membantu masyarakat yang memerlukan info kesehatan seperti puskesmas terdekat, tren penyakit di suatu daerah, atau melaporkan suatu wabah penyakit di sebuah daerah.

 

Tantangan JKN dan e-Health

JKN dan e-Health memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat termasuk percepatan terwujudnya pedesaan sehat. Implementasi JKN dan e-Health juga bukan berarti menghapuskan peranan unsur-unsur pedesaan sehat yang telah ada, malah menguatkan peran mereka, seperti kader desa siaga yang tetap diperlukan bantuannya untuk memberikan penyuluhan kesehatan dan melaporkan wabah penyakit.

Jaminan Kesehatan Nasional dan e-Health ini bisa diintegrasikan nantinya karena setiap pasien memiliki kartu JKN. Chip pada JKN tersebut bisa ditambahkan data tentang catatan rekam medis si pasien sehingga ketika kartu tersebut ditempel di alat yang dimiliki di tiap institusi kesehatan, bisa terlihat seluruh rekam medis si pasien dan penanganannya. Integrasi JKN dan e-Health ini juga akan mengefisienkan biaya dan mempercepat proses implementasi.

perdesaan sehat

Dengan adanya JKN dan e-Health maka perdesaan sehat bisa segera terwujud. Apalagi pelayanan kesehatan merupakan modal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Apabila kualitas SDM meningkat, produktivitas juga akan bertambah, kemiskinan akan segera dapat diberantas.

Implementasi JKN dan e-Health masih memberikan PR bagi pemerintah untuk segera mengisi kekosongan dokter dan bidan di desa-desa tertinggal juga segera memperbanyak pendirian puskesmas di tiap perdesaan. Jika ini segera dilakukan maka pilar ketersediaan dokter dan bidan akan kuat.

Layanan kesehatan di desa tertinggal ini juga termasuk posyandu sehingga kesehatan ibu dan balita dapat terpantau, begitu juga dengan asupan gizinya dapat dikontrol. Kasus seperti gizi kurang dan gizi buruk juga dapat direduksi dengan mengaktifkan peran posyandu.

Infrastruktur juga harus menjadi prioritas agar petugas kesehatan merasa betah dan membantu masyarakat di desa tertinggal untuk lebih mudah mengakses fasilitas kesehatan. Dengan adanya sumur, edukasi agar masyarakat tidak membuang sampah di sungai, fasilitas toilet yang higienis, dan pendirian rumah dan sekolah yang layak maka pilar sanitasi dan ketersediaan air bersih akan terwujud.

Infrastruktur ini juga termasuk jaringan listrik dan komunikasi sehingga e-Health bisa segera diimplementasikan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Pemerintah memang perlu segera menyusun road map tentang implementasi e-Health, namun juga bisa menerapkannya dalam ruang lingkup daerah seperti yang telah dilakukan di puskesmas-puskesmas di Bali. Meskipun belum seluruh puskesmas mengimplementasikannya, banyak manfaat yang telah diperoleh institusi kesehatan, pemerintah, dan masyarakat. Manfaat itu seperti pencarian data pasien dan rekam medis yang cepat; mendeteksi dini penyakit-penyakit yang berpotensi kejadian luar biasa (KLB); mengetahui tren penyakit; hingga menyajikan persediaan obat di tiap puskesmas.

Mari dukung program JKN dan e-Health untuk mempercepat pencapaian perdesaan sehat.

Referensi:

  • Supriyatno, Achmat dan Muchammad Romzi. E-Health Solusi Enterprise Bidang Kesehatanberbasiskan Open Source.Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia. 2006.
  • Lampiran Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pembangunan Perdesaan Sehat Di Daerah Tertinggal
  • Pendataan SDM Kesehatan yang didayagunakan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan  di Indonesia. Badan PPSDM Kesehatan
  • Penerapan E-Health di Puskesmas Bali. kebijakankesehatanindonesia.net
  • Jumlah Bidan Desa di Indonesia Masih Kurang. 23 mei 2014. http://www.vemale.com/topik/kehamilan/61701-jumlah-bidan-desa-di-indonesia-masih-kurang.html
  • Sumber Gambar
    Anak-anak : http://www.ucdmc.ucdavis.edu dan freeandhealthychildren.com
    Desa tertinggal : http://www.sindotrijaya.com
    Perdesaan sehat : perdesaansehat.com
    e-health: http://www.slideshare.net, tedxnijmegen.nl, crhr.ca

~ oleh dewipuspasari pada Oktober 31, 2014.

2 Tanggapan to “JKN dan e-Health Bantu Wujudkan Perdesaan Sehat”

  1. Semoga jadi lebih baik ya Pus pelayanan kesehatan untuk semua orang..

    • Kasus di Surabaya waktu itu pernah ngliput. Nggak tega banget lihatnya, balitanya kayak cuma tulang saja. Keluarganya miskin sehingga beli susu juga tidak mampu, akhirnya pakai air rebusan beras.
      Mudah-mudahan Indonesia bebas gizi buruk dalam beberapa tahun ke depan.

Tinggalkan Balasan ke dani Batalkan balasan