Negara Kesejahteraan Negeri Mimpi

Bung Pentas menghembuskan nafas lega setelah berhasil keluar dari jejalan penumpang di bus kota. Seraya menuju gerbang di kantornya ia rapikan lengan kemejanya yang sedikit kusut lalu disisirnya rambutnya yang berombak dengan jemarinya. Matanya terbelalak dan raut mukanya menunjukkan mimik terkejut ketika berpapasan dengan rekan kantornya yang bertahun-tahun tidak ia jumpai. ’’Ini bener Trisno kan?!’’ ujarnya sambil menyalami rekannya. Pria yang disapa Trisno itu tertawa lebar dan membalas jabat tangan Bung Pentas dengan mantap. Sementara tangan kirinya menepuk bahu Bung Pentas. ’’Yo isih tetap Trisno bukan Timbul lawak,’’ kata Trisno mencoba melucu. ’’Kok nggak kabar-kabari kalau sudah tiba di Jakarta?’’ ’’Kalau ngasih kabar jadi bukan kejutan dong,’’ jawabnya kalem.

’’Ya opo kabarmu?’’ Bung Pentas tergelak,’’Terbalik, aku yang seharusnya nanya kabar Panjenengan. Sepertinya kerasan nih di Finlandia, enggak pulang-pulang ke Jawa.’’ ’’Dibetah-betahkan gitu. Lha wong dapat beasiswa gratisan,’’ jawabnya dengan senyum yang tidak pernah lepas. ’’Tapi kayaknya tambah makmur. Lebih gemuk daripada terakhir kali kita bertemu.’’Yang ditanya hanya tersenyum simpul.

’’Eh Pak Trisno. Kapan tiba ke Jakarta?’’ tanya Rudi dengan suara cukup keras sehingga menarik perhatian orang-orang yang ada di halaman. Alhasil Trisno menjadi selebritis dadakan. Orang-orang merubung Trisno dan menanyakan ini itu. Bung Pentas menjauh dari kerumunan lalu memberi kode pada Trisno untuk bertemu lagi saat makan siang.

’Ada kabar apa di Finlandia. Omong-omong itu negara produsen salah satu merek ponsel terkenal itu kan?!’’ cerocos Bung Pentas sambil memilih-milih cabe untuk menemani tahu isinya. ’’Satu-satu ya jawabnya. Memang benar Finlandia penghasil telepon genggam Nokia. Dan juga kampung halamannya Mika Hakkinen. Itu tuh pembalap F-1 favoritku waktu masih gabung di McLaren-Mercedez,’’ kisah Trisno panjang lebar.

Finlandia menjadi peraduan Trisno untuk menimba ilmu. Tiga tahun lalu ia beruntung mendapat beasiswa setelah iseng-iseng mengirim aplikasi di pameran pendidikan negara Skandinavia. Ia mendapat beasiswa penuh untuk pasca sarja jurusan psikologi.

Setelah menyelesaikan S2, ia ditawari melanjutkan untuk mendapat gelar Phd. Tawaran itu tentu saja tidak ditampiknya, apalagi perusahaan tempat Trisno bekerja mengijinkan. Yang membuat Trisno betah di negeri Eropa Utara ini yakni layanan publiknya. Meski termasuk negara kapitalis, Finlandia amat memperhatikan kesejahteraan warganya layak dengan gelar yang disandangnya, negara kesejahteraan.

’’Setiap orang termasuk bayi yang baru lahir mendapat jaminan sosial dari pemerintah,’’ ujarnya dengan nada kagum. ’’Jaminan sosialnya apa saja Trisno? Apa seperti di Indonesia ada pensiun, asuransi kesehatan dan jaminan hari tua?’’ tanya Bung Pentas dengan penuh antusias. ’’Oh ya satu lagi, apa itu negara kesejahteraan?’’

Melihat antusias rekannya, Trisno menjadi semakin bersemangat. Negara kesejahteraan sebenarnya persinggungan kapitalisme dan sosialisme. Contohnya cukup banyak, kebanyakkan negara Skandinavia seperti Swedia, Finlandia, Norwegia dan Denmark. ’’Di negara kesejahteraan, negara berperan besar dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial,’’ jelasnya.

Bentuk perlindungan negara mencakup jaminan sosial dasar yang melindungi warga negara dari risiko kehilangan pendapatan karena sakit, kematian, menganggur, kehamilan dan kecelakaan kerja. ’’Jaminan sosial seperti yang diterapkan di Finlandia menyeluruh, untuk keluarga termasuk anak-anaknya, para lansia, orang cacat, warga miskin dan pengangguran,’’ jelasnya. ’’Dan jangan ditanya pelayanannya. Rumah sakit pemerintah melayani pasiennya secara memuaskan dan murah’’.

Warga cacat di sana juga hidup tentram. Tidak seperti di Jakarta yang dipandang sebelah mata atau diperkaryakan menjadi pengemis, lanjutnya. ’’Mereka bisa seperti itu karena termasuk negara kaya dan jumlah rakyatnya tidak sebesar Indonesia,’’ komentar Bung Pentas. ’’Jangan salah Tas. Mereka dulu juga negara miskin kayak kita. Mereka dijajah Rusia bertahun-tahun. Setelah merdeka eh pecah perang sipil’’.

Komitmen mereka untuk menciptakan masyarakat sejahtera itulah salah satu sumber kemajuan mereka. ’’Pajak di negara itu memang amat tinggi. Namun, tidak ada warga yang protes karena layanan publik dan sistem jaminan sosial yang benar-benar bagus,’’ papar Trisno. ’’Kalau pengangguran dijamin, aku pilih jadi pengangguran dong ’’. ’’Itu memang dilematis tapi

Pemerintah juga tak kalah cerdik. Pemerintah mau menyediakan pinjaman lunak bagi yang belum mendapat pekerjaan dan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup luas,’’ terang Trisno. Ia kemudian mencomot tahu isi di piring Bung Pentas. Dipilihnya cabe rawit berwarna hijau. ’’Tris, dengar-dengar jumlah yang memasuki usia lansia di sana lebih banyak dibanding usia produktif. Bisa-bisa dana untuk membayar pensiun beberapa tahun mendatang membludak?’’ Trisno mendelik kepedasan.

Bung Pentas terpaksa menunggunya meneguk habis es degannya. Dari info yang diketahuinya Pemerintah Finlandia menyiasatinya dengan memperpanjang usia pensiun dan menaikkan pajak penghasilan. ’’Kapan ya Indonesia bisa jadi negara sejahtera eh negara kesejahteraan. Mimpi kali ye?’’ canda Bung Pentas. Trisno mengangkat bahu, sementara bibirnya masih berkomat-kamit kepedasan. [dimuat di Media TASPEN 83/2007]KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia

~ oleh dewipuspasari pada Februari 15, 2008.

2 Tanggapan to “Negara Kesejahteraan Negeri Mimpi”

  1. Ideal sekali….
    Kapan negeri itu seperti kita…..eh, terbalik….Kapan negeri kita bisa seperti itu ???

    Salam kenal,
    by: http://gunawank.wordpress.com/2011/01/24/tips-meningkatkan-google-page-rank/

Tinggalkan Balasan ke dewipuspasari Batalkan balasan