Rahasia di Balik Kota Hilang Zinj

 congo-pembatas buku

Sebagian orang beranggapan hutan tropis adalah hutan yang ramah terhadap makhluk hidup karena banyak organisme baik flora dan fauna yang tumbuh di ekosistem ini. Namun, yang tidak banyak diketahui orang, hutan tropis memiliki kelembapan tinggi dan ancaman terhadap daya tahan tubuh penjelajah. Dan Congo, salah satu hutan tropis yang berbahaya. Bukan hanya berbahaya karena iklimnya, namun juga keberadaan penghuni hutannya yang misterius, yang diduga melindungi harta karun kota hilang Zinj.

Kisah ini diawali oleh ekspedisi pencarian intan biru di hutan tropis yang masuk dalam wilayah Congo. Intan biru Tipe IIb adalah jenis intan yang merupakan konduktor berkualitas tinggi. Tim ekspedisi tersebut hendak bermalam kanyamagufa, tempat yang dianggap terkutuk oleh penduduk lokal, yang juga diduga sebagai sisa peninggalan kota hilang Zinj. Namun karena ingin mendapatkan intan biru yang sangat mahal, tim ekspedisi tersebut beranggapan keluhan penduduk lokal yang membantu membawakan barang sebagai takhayul belaka. Namun, bukan takhayul apabila rombongan ekspedisi tersebut diserang oleh makhluk besar yang diduga gorila. Kemah porak-poranda dan hampir seluruh anggota rombongan tewas. Salah satu yang selamat mengalami trauma dan diselamatkan suku Pygmi dan selebihnya yang berhasil meloloskan diripun tewas beberapa hari kemudian.

Kejadian brutal itu sempat terekam oleh satelit selama beberapa detik. Karen Ross, wanita cantik nan cerdas yang bekerja di ERTS (Earth Resources Techology Services, Inc.), organisasi yang mengirimkan ekspedisi timah biru, penasaran dengan peristiwa tragis yang dialami oleh tim ekspedisi. Ia lalu menggunakan 14 program citra untuk mengidentifikasi penyerang anggota ekspedisi. Sayangnya, Travis, atasannya tidak percaya dengan temuannya. Tanpa kenal menyerah, ia mencoba menjalankan dua program uji untuk memeriksa gambar gorila yang ia yakini sebagai penyerang tim ekspedisi, program animation predicted next frame dan program simulasi kasar tiga dimensi berhasil membuktikan bahwa temuannya tidak salah. Karen Ross lalu mengajukan diri sebagai kepala tim ekspedisi berikutnya yang disetujui Travis dengan berat hati.

Ia lalu mengajak Peter Elliot, pakar primata untuk bergabung di ekspedisinya. Peter yang ingin mengetahui rahasia mimpi Amy, gorila kesayangannya, yang terkait dengan sebuah daerah dengan cepat menyanggupinya. Tim tersebut bertambah lengkap dengan kehadiran Kapten Charles Munro, ahli berburu dan bekas tentara yang cukup mengenal medan Congo. Walaupun mereka menggunakan peralatan sangat canggih dan dibantu oleh penduduk lokal, mereka masih belum tahu secara pasti musuh mereka sebenarnya. Peter ragu gorila memiliki penampakan seperti di rekaman video dan memiliki kekuatan sebesar itu. Mereka juga dihalangi oleh saingan mereka, tim ekspedisi dari konsorsium Eropa dan perusahaan Jepang yang berniat untuk menemukan dan menguasai ladang pertambangan intan biru tersebut. Pertanyaan utama pada novel ini adalah “mampukah empat serangkai tersebut keluar hidup-hidup dari kota tua tersebut?”

Buku ini memang awalnya beralur lambat dan pembaca akan sulit untuk jatuh hati pada tokoh utama pada kisah ini, Karen Ross, yang dingin dan egois. Ia merupakan penyelia proyek Congo ERTS yang masih belia. Pada usianya yang 24 tahun ia berhasil menyusun database tentang Congo, namun rangkuman psikografi kurang meyakinkannya sebagai seorang pemimpin, apalagi pemimpin tim ekspedisi. Ross dari tes psikologi digambarkan memiliki karakter angkuh, kasar, dan bersedia menggunakan segala cara untuk menggapai tujuan (Hari 1 Bab 4 hal 62). Elliot pada novel ini juga memiliki karakter lemah lembut yang kurang cocok bekerja di lapangan, sedangkan Munro digambarkan sebagai sosok yang materialistis, akan memilih perusahaan yang mampu memberinya imbalan tinggi. Di sini karakter paling menarik malahan Amy, gorila cerdas yang mampu memahami manusia dan berbicara dengan bahasa isyarat. Tokoh Amy-lah yang nanti akan memberikan peranan penting pada ekspedisi yang menelan banyak korban jiwa ini.

Ada banyak hal-hal baru dan menarik yang diberikan oleh Michael Crichton pada buku ini. Seperti keberadaan peninggalan Zinj yang dulu terkenal sebagai kota penghasil intan, namun kemudian kotanya ditinggalkan oleh seluruh penduduknya. Dikisahkan oleh Ibn Baratu pada tahun 1187, kota Zinj berada di pedalaman yang ditinggali oleh bangsa berkulit hitam. Penduduknya makmur bahkan para budaknya pun berhujan permata, terutama intan biru (Hari 2, Bab 3 Hal 106). Bagian menarik lainnya yakni teknologi canggih yang dikembangkan ERTS meskipun buku ini ber-setting tahun 70-an. Mereka telah memiliki satelit, database, pemrograman citra, serta perangkat teknologi yang sangat canggih untuk ukuran masa itu. Sedangkan untuk ritual kanibalisme yang masih dipraktikkan oleh beberapa suku di Afrika Tengah pada masa itu, saya bergidik. Apalagi hingga abad ke-20 praktik kanibalisme ini masih terjadi. Menurut H.C. Engert pada tahun 1956 ia masih menjumpai praktik kanibalisme dan pernah tinggal di desa dimana penduduknya sangat ramah namun berkelakuan menyimpang (Hari 5 Bab 2 Hal 275).

Menurut saya buku ini menarik dan menguras rasa penasaran pembaca akan rahasia di balik reruntuhan Zinj dan gorila spesies tertentu yang sangat mematikan. Pembaca akan dibuat penasaran akan strategi Munro, Elliot, dan Ross dalam menghadapi ancaman para gorila, tim ekspedisi saingan, suku kanibal, kuda nil, serta ancaman alam berupa letusan gunung berapi. Dan saya memberikan rating pada buku ini 5 bintang sama seperti saya memberikannya pada karya Crichton lainnya, Jurrasic Park dan State of Fear.

congo-buku

Detail Buku:
Judul            : Congo
Penulis        : Michael Crichton
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
Terbit           : Juli, 2012
Jumlah Hal : 544 halaman
ISBN             : 978-979-22-8627-4
Harga            : Rp 60 ribu
Rating           : 5/5

~ oleh dewipuspasari pada Januari 28, 2014.

2 Tanggapan to “Rahasia di Balik Kota Hilang Zinj”

  1. *boleh pinjem tak?
    *nyengir kuda
    Hehehe

Tinggalkan komentar