Asa dari Wanita yang Bermadu

 

Menyemai Harapan

Topik tentang poligami umumnya dihindari oleh kaum wanita dalam berdiskusi dengan teman-temannya. Poligami juga kurang populer di budaya pop seperti novel dan film, kecuali film Berbagi Suami arahan Nia Dinata yang mendulang sukses. Meski tema ini kurang renyah, kenyataannya poligami masih bisa ditemui di kalangan masyarakat nusantara. Dan tema ini disajikan oleh Maria A. Sardjono dalam salah satu bukunya bertajuk Menyemai Harapan, yang mengupas poligami dalam kehidupan modern.

 

Cerita dalam novel ini berfokus pada gadis cantik bernama Dewi yang hendak melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya, Pujisatriya. Awalnya ia dan keluarga besarnya sangat bahagia menyambut kehidupan barunya itu dengan melakukan persiapan prosesi dan resepsi pernikahan yang seksama. Namun, mimpinya itu rusak oleh pengakuan dari calon suaminya. Pujisatriya. Calon suaminya yang kabur menjelang pernikahannya itu akhirnya mengaku telah menikah dengan mantan pacarnya yang kini telah hamil. Ia berjanji akan tetap menikahi Dewi, namun hal itu berarti Dewi akan menjadi madu dan Pujisatriya melakukan poligami.

Dewi merasa kalut. Ia telah merasakan sendiri hasil praktik poligami yang dilakukan ayahnya. Ia selalu merasa nelangsa melihat ibunya yang nampak pasrah akan nasibnya namun menyimpan luka dalam hatinya. Ia tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti ibunya. Di sisi lain, undangan telah disebar dan prosesi pernikahan telah menunggunya. Jika pernikahan dibatalkan, keluarganya akan menanggung malu. Dewi menghadapi dilema.

Setelah berpikir masak-masak, Dewi pun merelakan dirinya menjadi madu. Mulailah ia menghadapi serangkaian drama mulai dari si suami yang bingung membagi waktu untuk kedua istrinya, Dewi yang terus menyimpan amarah ke suaminya, dan perhatian dari pria masa lalunya yang menguji kesetiaannya. Menghadapi pernikahan poligami rasanya tidak mudah, dan diam-diam Dewi memuji kesabaran ibunya.

Alur cerita dalam novel ini cukup apik dimana Maria A. Sardjono tidak serta-merta menjadikan wanita lain dalam kehidupan pernikahan Dewi-Pujisatriya sebagai perusak rumah tangga. Tokoh Dewi juga tidak digambarkan selalu sempurna dimana ia seolah mencoba menguji kesabaran dan kemampuannya dengan tetap memilih berpoligami meskipun keluarga besarnya akan tetap mendukungnya apabila ia berniat membatalkan pernikahannya. Ia selalu beralasan pilihannya itu demi menyelamatkan nama keluarga besarnya terutama ibunya. Padahal, ibunya jarang menemuinya karena merasa sakit dan prihatin melihat putrinya yang bermadu seperti dirinya.

Meskipun hanya cerita fiksi, namun cerita dalam novel ini bisa menjadi cermin dari kehidupan poligami baik dari sudut pandang wanita yang dengan suka rela atau pun menerima nasib dipoligami oleh suaminya, maupun dari sudut para anak-anak dari pelaku poligami. Penulis mencoba jujur dan bersikap obyektif terhadap praktik poligami yang masih mewarnai kehidupan modern. Tidak ada pihak yang disudutkan karena pernikahan sejatinya adalah kesepakatan antar pihak sehingga risikonya ditanggung oleh pihak-pihak tersebut, termasuk risiko yang menimpa keluarga dan anak cucunya kelak.

Budaya Jawa juga kental mewarnai novel ini dimana keluarga Dewi dan Puji sama-sama berasal dari keluarga priyayi yang masih memegang teguh adat-istiadat Jawa termasuk tradisinya. Seperti tradisi meminum jamu untuk menjaga kebugaran tubuh, mangan ora mangan anggere ngumpul (makan tidak makan asalkan berkumpul), dan wejangan agar istri selalu setia dan nurut kepada suaminya yang diprotes Dewi karena kurang mengisyaratkan kepada para suami agar berbuat serupa terhadap istrinya.

Detail Buku:
Judul                     : Menyemai Harapan
Penulis                 : Maria A. Sardjono
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku         : 375 halaman
Tahun Terbit     : 2013

~ oleh dewipuspasari pada Oktober 6, 2014.

3 Tanggapan to “Asa dari Wanita yang Bermadu”

  1. […] Baca selengkapnya… […]

  2. iya ya, poligami emang kurang populer ya. tapi akhir2 ini banyak cerita bertema poligami dari sisi istri yang emang rela berada di kondisi itu Pus..

    • Ini bukunya Okti yang duduk manis di rakku.
      Benar Dani, praktik poligami masih ada di Indonesia. Dulu pernah dibahas di Mamah Dedeh jika sebaiknya para pria tidak menggunakan dalil agama untuk memaksa istrinya menyetujui ia berpoligami. Wanita berhak menolak atau bisa minta dicerai dengan syarat hak anak tetap dipenuhi suami.

      Ada banyak hal yang membuat si istri setuju bermadu, umumnya demi alasan anak dan juga berharap dapat pahala.

      Tidak semua wanita bermadu memang sengsara, ada juga yang bisa bersahabat dengan madunya. Tapi ada pula yang menyimpan dukanya hingga duka tersebut dirasakan pula oleh anak cucunya.

Tinggalkan Balasan ke dewipuspasari Batalkan balasan