Konten YouTube Perlukah Diawasi?

Menurut Kalian lebih berbahaya manakah, konten di YouTube atau di televisi? Keduanya sama-sama memiliki banyak konten di dalamnya. Konten di televisi diawasi ketat oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Hal ini berbeda dengan konten di YouTube yang kontennya bakal ditutup apabila ada pelaporan kepada Kominfo. Tapi perlukah YouTube diawasi oleh KPI?

YouTube mulai populer lima tahun terakhir ketika internet semakin cepat dan penetrasinya semakin menyebar juga merata. Setelah itu kemudian hadir Vlogger yang banyak mengisi konten di YouTube dan populer. Mereka memiliki kanal video dan memiliki pelanggan (subscriber) yang sangat banyak. Konten mereka di antaranya tentang video tips seperti cara melakukan sesuatu, memakai maskara dan sebagainya, mengulas produk, unboxing sesuatu, video liputan, video jalan-jalan dan sebagainya. Ada juga yang membuat webseries.

Konten video di YouTube itu dibayar apabila memenuhi ketentuan, seperti jumlah subscriber telah mencapai seribu dan videonya ditonton sekian menit. Nilainya lumayan besar sehingga banyak generasi muda yang kemudian bercita-cita menjadi vlogger.

Karena tergiur dengan duit maka banyak yang membuat konten asal-asalan dengan tujuan meraih banyak penonton. Ada yang kontennya vulgar, ada yang kontennya lucu-lucuan saja tapi tak ada isinya, dan ada juga yang isinya prank. Konten-konten ini beredar luas dan yang menyedihkan konten-konten ini malah yang laris ditonton.

Aku pernah dicurharti seorang Ibu yang berujar bahwa konten di YouTube lebih berbahaya daripada di televisi. Ia lebih was-was jika anaknya rajin menonton YouTube daripada TV, sehingga ia mengaktifkan penayangan konten aman di hapenya. TV saat ini ketat diawasi oleh Lembaga Sensor Film dan Komisi Penyiaran Indonesia. Memang masih ada sinetron yang kontennya tidak mendidik dan acara yang di dalamnya rawan perundungan. Tapi, di YouTube konten-konten seperti ini begitu banyak. YouTuber alay yang kontennya tidak mendidik malah banyak jadi panutan.

Saat ini beberapa YouTuber mulai dipanggil oleh Kominfo seperti Kimi Hime yang tayangannya banyak yang bersifat vulgar daripada unsur mendidiknya. Sayangnya ia dua kali mangkir karena ia merasa tidak bersalah. Ia pun mencari pembelaan dari para penggemarnya.

Melihat kualitas konten yang sebagian rendah memang YouTube perlu diawasi. Tapi apakah KPI yang akan mengawasinya? Sekedar catatan tiap hari bisa ada 400 jam video yang diunggah ke Youtube. Tentunya perlu banyak SDM KPI yang melakukannya. Apakah bisa dengan menggunakan big data? Saat ini teknologi big data lebih ke menelusuri hal-hal yang bersifat teks, untuk video dan gambar pastinya memerlukan bandwith dan server yang lebih besar.

Menurutku yang lebih efektif KPI dan Kominfo melakukan penegakan hukum tentang konten seperti pelarangan konten yang mengandung unsur kebencian, konten kekerasan dan vulgar, konten merugikan, konten pelecehan dan bersifat perundungan dan sebagainya kepada situs-situs yang menyediakan layanan video streaming. Dengan demikian KPI tidak perlu investasi teknologi big data yang nilainya milyaran. Mereka tinggal melakukan pengawasan secara acak dan spontan. Penyaringan konten bisa dipaksakan kepada layanan video streaming masing-masing dengan regulasi.

Hal ini sebenarnya juga ada dalam pedoman komunitas di YouTube tapi memang masih ada yang kecolongan meskipun sudah ada sekitar 10 ribu moderator untuk melakukan pengawasan terhadap konten di YouTube. Saat ini Tik Tok juga mulai terus meningkatkan kualitas teknologi artificial intelligence-nya dan kualitas SDM pengawasnya untuk menyaring konten negatif.

KPI dan Kominfo perlu membuat regulasi agar penyedia layanan video lebih tegas dan lebih awas terhadap konten-konten yang berbahaya. Jika penyedia layanan tidak menaati aturan tersebut tentunya bisa mendapat sanksi yang berat seperti denda.

Gambar: pixabay

~ oleh dewipuspasari pada Agustus 9, 2019.

2 Tanggapan to “Konten YouTube Perlukah Diawasi?”

  1. Jelas lebih bahaya YouTube. Bikin penjara penuh saja. Lihat kasus ikan asin.

    • Banyak prank dan konten tidak mendidik di YouTube karena memang begitu banyak video yang terunggah di YouTube setiap haerinya, tak sebanding dengan SDM pengawasnya.

Tinggalkan Balasan ke dewipuspasari Batalkan balasan