Suatu Ketika di Perjalanan
Ada kalanya aku tak ingin tiba di suatu tempat. Hanya ingin melakukan perjalanan panjang. Jauh dan lama. Setidaknya berjam-jam. Rasanya seperti upaya melarikan diri dari sebuah masalah dan kenyataan. Ketika tiba di tujuan, aku pun kembali ke kenyataan.
Dulu ketika memiliki sebuah masalah, aku suka menyepi. Ada kalanya aku melakukan perjalanan seorang diri.
Di dalam perjalanan itu, ketika kereta bergerak di atas rel, benakku melayang-layang. Masalah itu hadir, lalu otakku seperti melakukan kontemplasi. Ada peperangan batin, lalu rangkaian rencana hadir.
Memandangi pemandangan di luar dari balik jendela, rasanya seperti melihat kilasan masa silamku. Aku di situ karena masa laluku yang membentukku. Lantas masa depan seperti apa yang akan kubentuk?
Saat di dalam kereta apalagi di kereta ekonomi jaman dulu, aku melihat banyak hal. Hampir selalu ada yang bergerak melangkah menawarkan barang ini dan itu. Nopia, sale pisang, nasi bungkus, minuman hangat, dan sebagainya.
Tak lama kemudian ada pengamen dan juga penyapu lantai yang menyuruk-nyuruk sampah. Mereka semua bergerak untuk mendapatkan rupiah.
Saat malam, suasana pun mulai lengang. Lorong-lorong penuh dengan manusia yang terlelap. Mereka sepertinya tak bermasalah tidur di bawah, kadang-kadang tak beralas.
Aku sendiri malah pasang benteng kewaspadaan. Kecuali ada kakak atau teman yang bisa diajak bergantian untuk memejamkan mata.
Saat-saat seperti ini membuatku tak sendiri. Setiap orang punya masalahnya masing-masing. Mereka hadir di sini harus berjualan hingga tengah malam di tiap gerbong mungkin juga bukan keinginan sendiri.
Mereka yang terlelap dengan damainya di dalam lorong gerbong, mungkin itulah situasi yang mendamaikan mereka sebelum larut bekerja dengan penuh tekanan. Seperti aku saat itu yang memilih berkontemplasi dengan masalahku dengan melakukan perjalanan panjang.
Ya, masalah itu tak selesai dengan aku kabur melakukan perjalanan panjang. Tapi setidaknya pada momen-momen itu aku lebih mengenali diriku dan mencoba mengambil makna dari hal-hal sekitarku.
Orang asing di sini situ. Aku berbicara dengan orang asing di sebelahku, banyak hal tapi tak kubiarkan terkorek pribadiku. Aku menjadi sosok anonim, perempuan yang rapuh atau misterius, apapun itu. Sosok yang kuciptakan dan tebersit saat itu.
Kini kereta ekonomi jauh lebih nyaman. Yang kurindukan adalah penjual makanan saat tengah malam atau nasi pecel saat pagi menjelang.
Aku merindukan perjalanan panjang. Tapi aku tak tega meninggalkan kawanan kucing di rumah berkepanjangan.