Angsle
Semangkuk angsle dengan kuah yang hangat terhidang di meja. Isiannya mengundang selera, dengan biji mutiara alias pacar cina, roti tawar, dan petulo. Warna-warnanya semarak, putih, merah, cokelat, dan hijau muda.
Dengan cekatan penjual angsle meracik bahan makanan. Setelah bahan-bahan ditata maka ia pun mengguyur mangkuk berisi tersebut dengan kuah santan yang putih dan manis.
Aku sendiri dari dulu menyukai angsle. Hanya memang makanan ini kuahnya cenderung kemanisan sehingga suka kutambahkan air. Bila penjualnya baik hati maka aku meminta untuk ditambahkan bola-bola ronde. Karena biasanya penjual angsle juga menjual ronde.
Sesendok demi sesendok angsle. Roti yang empuk mudah sekali ditelan. Lalu kutemukan ketan putih di dalamnya. Tak nampak tadinya. Kupotong petulo dengan sendok dan lalu kusantap dengan kuahnya. Petulo terbuat dari tepung beras dan cenderung hambar sehingga cocok dikombinasikan dengan santan, apalagi santan bergula merah.
Tak terasa sendokku telah menyentuh dasar mangkuk. Sambil menyantap makanan, ada sesuatu yang melintas di benak. Dulu aku berlari membawa mangkuk ketika ada penjual angsle lewat di depan rumah. Uang sakuku yang kutabung pun kubelikan angsle lalu kusantap dengan takut-takut diminta kakak hahaha.