Lost in Translation Cerita tentang Keterisolasian dan Kesepian

Lost in Translation Seorang pria paruh baya yang disebut aktor asal Amerika mendapat sambutan hangat saat tiba di Tokyo, Jepang. Namun, ia kemudian mengalami kesulitan ketika melakukan adegan demi adegan karena tak paham dengan arahan dari sang sutradara dari negara tersebut, sementara sang penerjemah tidak menyampaikannya dengan detail. Premis yang sederhana namun menggelitik ini disajikan dalam film Lost in Translation.

Pria tersebut bernama Bob Harris (Bill Murray). Ia mendapat tawaran membintangi sebuah iklan whisky. Ia sendiri seorang aktor yang kariernya mulai tenggelam. Rumah tangga yang telah dibinanya selama 25 tahun juga tengah bermasalah.

Ia kesepian. Ia kesulitan dengan bahasa selama di Tokyo. Ia juga kesulitan tidur karena jetlag dan belum bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan dj Tokyo.

Sementara itu di hotel yang sama juga tinggal sepasang suami istri, John (Giovanni Ribisi) dan Charlotte (Scarlett Johansson). Charlotte menemani suaminya yang seorang fotografer. Ia sering menghabiskan waktu ke kuil dan melihat-lihat kehidupan di sekitaran penginapannya. Ia juga mulai mempertanyakan hubungan pernikahannya dan masa depannya.

Lost in Translation Kedua orang itu tak sengaja berpapasan, beberapa kali. Lambat laun keduanya berkawan dan saling bercerita kegamangan mereka.

Apakah kalian pernah berjumpa dan bercakap dengan orang asing?
Cerita dalam film ini sederhana namun juga menarik. Tentang dua orang yang sama-sama kesepian, seperti terisolasi dengan lingkungan sekitar, dengan bahasa dan budaya yang berbeda.

Aku jadi ingat pertemuan-pertemuan dengan orang yang tak kukenal, baik ketika bepergian ke tempat jauh atau hanya di sekitaran Jakarta. Mereka, orang asing, orang yang tak kukenal, berpapasan denganku, lalu bercerita apa saja.

Lost in Translation Waktu itu aku masih sering berkelakuan sebagai pendengar yang baik. Kudengarkan segala keluh kesah mereka sambil mengangguk-angguk sesekali dan berkomentar pendek demi menunjukkan kesungguhan aku benar-benar mendengar mereka. Aku tahu mereka hanya perlu didengar, tanpa prasangka, dan tak butuh nasihat. Mereka akan merasa lega ketika uneg-uneg tersebut tersampaikan.

Aku mendengarkan dan mendengarkan. Kadang-kadang lelah dan jenuh karena cerita mereka ada kalanya mirip-mirip. Tekanan, prasangka, kegagalan berkomunikasi membuat mereka mengalami sejumlah masalah.

Bercerita kepada orang asing bisa berisiko tapi juga bisa melegakan. Kemungkinan berjumpa lagi sangat tipis. Aku juga tak pernah berjumpa lagi dengan mereka. Cerita dan keluhan mereka juga hampir semuanya pudar dari ingatan.

Ketika menyaksikan film ini aku jadi merasa patut memuji naskah Sofia Coppola. Ceritanya terasa intim dan dekat. Siapa saja bisa mengalaminya. Dan ini bisa saja juga pernah dialami Sofia yang di sini juga berperan sebagai sutradara.

Hubungan Bob dan Charlotte bukan hubungan romantis. Mereka hanya berteman dan ingin melepas diri sejenak dari keterisolasian dan tekanan. Di tempat yang asing, berjumpa dengan orang yang berasal dari negara yang sama tentunya menyenangkan.

Lost in Translation Aktivitas keduanya bersama kawan-kawan Charlotte dari Jepang membuat tersenyum, dari berkaraoke, berkeliling menikmati kehidupan malam Jepang yang meriah, dan juga sempat mengalami teror dari sekumpulan pemuda yang menggunakan senjata mainan.

Tak ada konflik yang berat. Jalan ceritanya terasa datar, di mana penonton bisa melihat perkembangan hubungan mereka, dari orang asing menjadi dua sahabat yang berbeda generasi. Charlotte baru berusia pertengahan 20-an dan Bob telah memasuki usia 50-an.

Meski ceritanya relatif datar, ada gejolak emosi yang hadir terutama ketika film berakhir. Penonton bisa jadi akan bertanya-tanya apakah Charlotte dan Bob akan baik-baik saja?

Sofia Coppola berhasil mengesekusi naskah yang sederhana ini menjadi tampilan yang memikat selama 102 menit. Ia tampilkan rasa terisolasi dan frustasi Charlotte dan Bob dengan menampilkan kamar hotel, mata yang sembab karena kurang tidur, kebiasaan mereka menjelajah saat malam hari, serta kesulitan mereka berkomunikasi dengan warga lokal.

Lost in TranslationDi beberapa bagian kamera menyoroti langkah Charlotte yang mengunjungi kuil-kuil yang sepi. Terkadang ia hanya berdiri terpaku menyaksikan remaja yang asyik bermain di penyewaan game.

Ia kontraskan visual ini dengan pemandangan jalanan Jepang pada malam hari yang semarak dengan lampu berwarna-warni yang terlihat dari jendela kamar Charlotte.

Tak lupa Sofia masukkan budaya pop Jepang dari game, kebiasaan berkaraoke, masakan, kuil, ikebana, dan masih banyak lagi. Ia juga tampilkan jalanan yang sarat dengan pejalan kaki dan kendaraan.

Visual dalam Lost in Translation ini memang apik dan berhasil menampilkan sesuatu yang kontras. Makna dari Lost in Translation ini juga beragam, bisa kesulitan berkomunikasi atau juga diri mereka yang seperti sedang tersesat.

Lost in TranslationFilm ini memang terasa sendu dan juga melankolis. Bill Murray dan Scarlett Johansson berhasil menyampaikan pesan dan makna dari film ini sebagai Bob dan Charlotte.

Lost in Translation dirilis tahun 2003. Film ini berhasil meraih piala Oscar untuk naskah orisinil terbaik dan tiga nominasi untuk aktor terbaik, sutradara terbaik, dan film terbaik. Kalian bisa menyaksikan film ini di Netflix.

Gambar: IMDb

~ oleh dewipuspasari pada Juni 27, 2024.

Tinggalkan komentar