Bersabar untuk Pulang



Kakak mengabarkan akan pulang hari Sabtu silam. Ia sudah membeli tiket dan bakal transit ke Singapura. Mendadak ia diberitahu ketika sudah tiba di bandara bahwa kursinya dibatalkan oleh pihak Singapura karena tak mau menerima penumpang WNI dari luar negeri.

 

Sejak bulan Mei pemeriksaan terhadap penumpang pesawat dari luar negeri semakin ketat. Hal ini berkaitan dengan masih banyaknya korban penularan Covid-19 di Indonesia. Mereka yang berasal dari luar negeri menerima status ODP dan wajib melakukan tes juga karantina mandiri.

Gagal lewat Singapura, akhirnya ia memesan tiket dengan transit ke Amsterdam. Pagi hari keespkan harinya ia akan tiba ke Cengkareng, Jakarta.

Bandara terminal tiga begitu lengang. Tidak banyak penumpang dan pengunjung yang menjemput atau mengantar. Penumpang dari luar negeri kemudian memasuki imigrasi dengan protokol kesehatan, menjaga jarak. Setelahnya mereka melakukan tes PCR dan kemudian melakukan tes swab.

Mereka diberikan pengenal diri yang wajib dipakai. Setelahnya mereka digiring ke Wisma Atlet dengan dijaga ketat. Mereka diberikan pilihan, karantina mandiri di wisma atau menginap hotel di tujuh pilihan hotel yang ditunjuk.

Hotel yang ditunjuk cukup bagus dan yang bikin nyesak itu, tarifnya lumayan mahal. Standar bintang tiga ke atas. Hotel tersebut Holiday Inn, Novotel, Mercure, Grand Mercure di kawasan Kota, Harmoni, Kemayoran dan Sunter.

Karena was-was dan kurang privat, satu kamar bisa diisi 3-4 orang maka kakak memilih menginap di hotel. Ia memilih yang ‘murah’ di antara tujuh pilihan hotel tersebut. Semurah-murahnya masih kisaran Rp 600 ribu dengan makan tiga kali sehari.

Ia tak tahu proses menunggu hasil swab ternyata cukup lama. Sementara tagihan hotel terus berjalan. Ia cemas uangnya tak cukup. Bagaimana jika seseorang memilih tinggal di hotel kemudian karena tak cukup menunggu sehari dua hari ia kemudian kekurangan uang? Entahlah.

Di hotel ia pun tak boleh ke mana-mana. Hanya di kamar dan lobi untuk menerima barang. Ia telah menandatangi surat pernyataan untuk mematuhi protokol kesehatan dan aturan. Jika melanggar maka dendanya sangat besar.

Akhirnya kami mengirim camilan, kartu nomor perdana, dan uang untuk berjaga-jaga. Dan ternyata pada hari kelima kedatangan atau H+4 setelah tes, hasil tes swab tersebut diumumkan. Ia negatif.

Ia kemudian menuju bandara, membeli tiket pesawat ke Malang, dan kemudian menginap di hotel murah sekitaran bandara. Belum ada kereta ke Malang dan pesawat ke Malang hanya sekali sehari lewat Cengkareng.

Baru besok ia bisa pulang atau hari keenam setelah setibanya ia di Jakarta. Jika dihitung sejak ia berangkat maka tujuh hari ia di perjalanan dan transit. Ia tertawa ketika kusinggung susahnya untuk bisa pulang.

Ia pernah bercerita bisa hanya 100 Euro untuk keliling lima negara di Eropa. Kini ia nyesak menghabiskan 200 Euro atau lebih hanya untuk karantina mandiri di penginapan yang hanya buat numpang tidur. Ya setidaknya jadi pengalaman dan cerita tersendiri.

Gambar skitterphoto

~ oleh dewipuspasari pada Juni 4, 2020.

4 Tanggapan to “Bersabar untuk Pulang”

  1. Saat dia terjebak di hotel.. bagaimana.. ia menjalani hari-harinya

  2. Wow… ini ide yang aku tunggu.. dan cari-cari..

    Adakah versi panjangnya

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: