Kucingtopia dan Ojek Payung
“Ibu, aku ingin uang sakuku lebih. Aku ingin membeli sesuatu,” ujar Kidut kepada ibunya.
Ibunya, Emak Mungil, mengelus-elus kepalanya dengan penuh sayang.”Kidut, ayahmu Nero sedang mengalami masa sulit. Dagangannya sedang sepi. Yang sabar ya, Nak.”
Kidut terdiam. Ia merasa kasihan kepada ayahnya. Sepanjang hari ia mendorong gerobak berjualan ikan. Ada beberapa ikan yang cepat busuk, sehingga mereka pun menyantap ikan sisa tersebut. Ada pula ikan yang diolah oleh Emak Mungil menjadi hidangan sedap, sehingga masih bisa dijual.
Tapi dagangan sejak dua bulan belakangan ini sepi. Ayahnya punya saingan dari Momo dan Krincing di wilayah Kucingtopia. Mereka suka menjual ikan dengan harga yang sangat murah. Ayahnya tak habis pikir bagaimana mereka mampu melakukannya. Jika ayahnya ikut-ikutan menurunkan harga maka tak akan bisa menutup modal. Si ayah juga tak berani berjualan di luar Kucingtopia karena ada Bala si Buaya yang menguasai wilayah lainnya.
Lalu Kidut melihat ke luar dari balik jendela. Di luar hujan gerimis. Huuhuh kasihan si ayah, berjualan di tengah gerimis. Pasti tak ada juga bangsa kucing di luar, kecuali bangsa hewan lainnya. Untungnya gerobak ayahnya ada payungnya.
Oh iya bagaimana jika aku membuka jasa payung? Ojek payung, rasanya ide yang bagus.
Kidut begitu senang dengan idenya. Ia hendak berlari ke halaman, lalu ditahan Emak Mungil. “Mau ke mana Nak, hujan-hujan begini?”
“Aku mau ojek payung, Bu.”
“Lha payung buat Kamunya sendiri mana, nanti Kamu malah kehujanan.”
Kidut lupa ia juga perlu satu payung lagi. Maka ia pun mengambil payung satu lagi dan membawa sebuah jas hujan. Siapa tahu ada kliennya yang lebih suka jas hujan daripada berpayung.
Maka si Kidut menuju pertokoan satwa, daerah netral para satwa, di luar Kucingtopia. Di sini ada berbagai toko yang dikelola satwa. Ada toko sayuran dikelola si Mami Kelinci. Ada salon kecantikan milik Bubi Simpanse, dan juga toko permadani milik Lala Sigung.
Jam segini toko masih ramai pembeli. Kidut menuju orang-orang yang sedang berteduh dan menawarkan jasanya dengan malu-malu.
“Ada yang perlu jasa ojek payung?” Tawarnya malu-malu.
Seekor kelinci berkacamata mengangkat tangannya. Kidut menghampirinya dan menyerahkan payung yang dibawanya. Keduanya lalu menyeberang hingga si kelinci memasuki stasiun kereta.
Kidut mendapat sejumlah lembaran uang. Ia sangat senang. Di tempat tersebut ia juga mendapat konsumen. Ada anak buaya ingin menuju toko, ia ingin berbelanja. Ia memilih mengenakan jas hujan. Untungnya muat.
Setelah berjalan ke sana ke sini, Kidut merasa lelah. Ia merasa tiba waktunya untuk pulang.
Ketika sampai di rumah, ibunya segera menyambutnya dengan susu madu. Ayahnya sudah tiba dan sisa ikannya masih banyak. Hari ini mereka akan makan malam dengan ikan sisa lagi.
Ayahnya sangat senang dengan cerita Kidut. Ia memintanya lebih berhati-hati karena berusaha di luar Kucingtopia. Ia juga menyarankan agar uangnya ditabung.
Keesokan harinya sepulang sekolah dan makan siang, Kidut pun beraksi menawarkan jasanya. Untunglah banyak yang lupa membawa payung sehingga jasa Kidut terpakai. Kidut kini juga membawa sesuatu. Kue ikan yang masih hangat.
Dari ikan sisa, Emak Mungil membuat cake dan muffin ikan yang sedap. Kidut menawarkan kue-kue yang hangat dan sedap itu ke mereka yang kedinginan di luar. Kue Kidut tak tersisa. Semua satwa menyukainya, bahkan Kaka si Kalajengking juga suka.
Kidut dapat uang dobel. Dari jasa ojek payung juga berjualan kue.
Hingga musim hujan berakhir, tabungan Kidut membengkak. Kidut sangat gembira.
Lalu apa yang terjadi kemudian?
Setahuku Kidut kembali bersekolah. Ia menitipkan dagangan ibunya ke kantin, kue-kue ikan yang sedap. Ibunya juga membuka jasa katering yang banyak diminati warga Kucingtopia.
Si ayah tak lagi berjualan keliling. Ia membuka jasa penjahitan baju kucing. Rupanya selama ini si ayah mahir membuat jas dan celana kucing.
Si Kidut memikirkan sesuatu. Bagaimana jika ia berjualan sesuatu, es susu sepertinya bakal disukai para kucing dan hewan lainnya.
Otak bisnis bersimpang siur di otaknya.