Ketika Petani Protes Lewat Band Punk dalam “Ibu Bumi”

ibu bumi

Bagaimana perasaanmu ketika melihat alam lingkungan dan tempat kalian selama ini mencari penghasilan dihancurkan demi kepentingan industri? Sebuah film dokumenter yang menyampaikan rasa perih petani Kendeng ini berjudul “Ibu Bumi” atau “Mother Earth”.

Dalam film ini salah satu narasumbernya adalah Bagus. Ia seorang petani muda berusia 20 tahunan. Keluarga Bagus secara turun-temurun adalah petani. Dari hasil pertanian mereka bisa hidup, bisa punya motor dan hape. Tak banyak yang didapat, tapi cukuplah buat mereka.

Hingga suatu ketika mereka mendengar lahan di sekitar Pegunungan Kendeng akan diubah menjadi lokasi penambangan dan pabrik semen. Masyarakat terpukul. Mereka melakukan diskusi dengan pemerintah daerah setempat, tapi gagal. Ijin amdal sudah didapatkan oleh perusahaan semen tersebut. Dan mereka pun mulai beroperasi.

Suatu hari Bagus melihat bagaimana alam sekitarnya rusak parah. Padahal kawasan tersebut daerah subur. Ia sangat sedih mengingat kondisi daerahnya dulu dan sekarang. Bagaimana nasib anak cucu mendatang? Kisah tanah yang subur mungkin hanya akan seperti dongeng. Pekerjaan tambang tersebut juga mengganggu lahan pertanian mereka dan sumber mata air.

Bagus dan masyarakat tetap berjuang. Mereka menang di MK tapi entah kenapa perusahaan tersebut masih terus beroperasi dan merusak lahan. Bagus dan teman-temannya lewat band punk-nya, Kendeng Squad, pun menyampaikan suaranya lewat lagu-lagu. Salah satunya “Berani Bertani”.

ibu bumi

ibu bumi


Ini sebuah film yang memotret kejadian nyata. Sebuah kritikan agar pemerintah daerah juga mendengar suara orang-orang ‘kecil’. Industri memang memiliki banyak manfaat, tapi bagaimana jika alam lingkungan rusak dan banyak kalangan yang dirugikan. Benarkah industri ini memberikan dampak pembangunan ke daerah tersebut,atau hanya segelintir yang menikmatinya?

Chairun Nissa, sutradara film ini, berani menyampaikan realita ini ke permukaan. Pembangunan harus juga mempertimbangkan kelestarian alam karena hal ini akan berdampak ke banyak hal.

Film berdurasi 23 menit ini menyampaikan narasi dari Bagus dan pemuka desa, juga dari ibu petani yang terdampak langsung dari keberadaan industri semen ini. Film ini merupakan produksi Sedaps Fims dan Publish What You Pay, didukung oleh LBH Semarang dan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng

Sebuah film yang membuatmu lebih peduli tentang kondisi sekitar dan bagaimana kelestarian alam sangat penting bagi kehidupan. Apabila suara masyarakat sudah tak lagi didengar penguasa, maka yang bisa dilakukan adalah mengetuk lewat nada-nada, untuk mengingatkan masyarakat lainnya pentingnya menjaga alam dan berani berjuang untuk kelestarian alam di daerah tersebut.

Film dokumenter pendek ini meraih piala Citra pada ajang Festival Film Indonesia 2020 untuk kategori film dokumenter pendek terbaik. Kalian bisa menyaksikannya di Festival 100 Persen Manusia yang masih berlangsung hingga beberapa hari ke depan secara cuma-cuma

ibu bumi

Gambar diambil ari website Ibu Bumi

Iklan

~ oleh dewipuspasari pada Desember 8, 2020.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: