“Tersanjung The Movie”, Nuansa Sinetronnya Dipertahankan
Sungguh malang nasib “Tersanjung The Movie” seperti malangnya nasib karakter utamanya. Ia tayang sebelum pandemi Covid-19, bahkan sepertinya baru pemutaran terbatas. Kemudian ia pun batal tayang di bioskop. Setahun kemudian, hari Kamis silam (1 April), “Tersanjung The Movie” pun tayang di Netflix.
“Tersanjung The Movie” diadaptasi bebas dari sinetron yang hits pada tahun 90-an, yang judulnya sama “Tersanjung”. Film sinetronnya dulu dibintangi oleh Lulu Tobing – Ari Wibowo dan tayang hingga beberapa musim.
Menariknya setelah Lulu mengundurkan diri, pemeran karakter utamanya berganti-aku. Aku sendiri sudah lupa akan cerita sinetron tersebut karena sepertinya sangat jarang menontonnya, hanya lihat-lihat sambil lalu ketika ibu menontonnya.
Mungkin popularitas sinetron “Tersanjung” dulu seperti sinetron “Ikatan Cinta” saat ini.
Versi layar lebar ini urusan naskahnya dibidani oleh Hanung Bramantyo dan Pandhu Adjisurya. Demikian pula dengan bagian sutradaranya, keduanya juga berkolaborasi.
Dalam versi film layar lebarnya, latarnya adalah di Ambarawa, Jawa Tengah pada tahun 1998. Tokoh utamanya adalah perempuan cantik Bernama Yura Diandra (Clara Bernadeth). Ia dijodohkan dengan pria dari keluarga kaya raya, Bobby Sadewo (Marthino Lio).
Tapi Yura kemudian hampir diperkosa. Ia melawan sehingga Bobby, calon tunangannya terluka. Sejak itu ia tak mau pulang ke rumahnya. Rumahnya juga disita karena rupanya ibu tirinya, Indah Besari (Kinaryosih) berhutang dengan jumlah besar ke keluarga Sadewo.
Yura mengalami kemalangan beruntun. Beruntung ia ditemani dua sahabatnya, Christian (Giorgino Abraham) dan Oka Saputra (Kevin Ardilova) yang peduli padanya.
Cerita film “Tersanjung The Movie” ini masih terasa kental nuansa filmnya. Si tokoh utama digambarkan mengalami berbagai kemalangan seperti biasa yang umum terjadi di sinetron. Ajang pamer kekayaan bak sinetron juga masih dipertahankan.
Benang merah cerita dalam film ini selain ceritanya yang mirip- mirip dengan versi sinetron, juga ada Ari Wibowo dan Feby Febiola yang pernah berperan di versi sinetronnya, juga model rambut bob pemeran Yura seperti gaya rambut khas milik Lulu Tobing.
Film ini berlatar akhir tahun 90-an. Tepatnya pada masa krisis moneter 98. Ada poster Nike Ardilla, alat komunikasi pager dan hape jadul, untuk menguatkan nuansa pada masa itu. Latarnya cukup detail.
Visualnya juga enak dan nyaman di mata. Akting pemerannya seperti Kevin, Kinaryosih, Giorgino, dan Nugie patut diapresiasi. Hanya entah kenapa karakter Yura seperti ada yang kurang. Karakternya terasa kurang simpatik. Entah apakah karena skripnya dibuat seperti itu atau karena akting pemerannya.
Ada beberapa hal juga yang jadi tanda tanya dalam film ini, seperti alasan Tian tinggal dan berkuliah di kota kecil, lalu alasan Yura tinggal di rumah keluarga Oka. Kenapa harus rumah keluarga Oka ketika ia memiih tidak mau pulang ke rumahnya?
Yura nampaknya hanya numpang makan dan tidur di rumah keluarga Oka, tidak terlihat ia ikut membantu memasak dan bersih-bersih. Sepertinya seluruh orang di sekitarnya harus berfokus dengan masalah yang dimiliki Yura.
Meski aku kurang suka dengan karakter Yura, secara keseluruhan film ini menarik dan mudah dinikmati. Meski ceritanya dan solusinya masih berasa sinetron banget.
Kredit: Tribunnews, Liputan6, dan blog jejakjadoel