Menemani Cindil Lahiran
Cindil seharian kemarin gelisah. Mulutnya menganga dan lidahnya bergerak-gerak, seperti seekor anjing. Aku merasa cemas, ada apakah dengannya. Aku menduga ia bakal segera lahiran.
Cindil hamil besar. Perutnya apabila dibandingkan dengan tubuhnya maka lebih besar perutnya. Ia memang masih pilih-pilih makanan. Tak mau makan biskuit kucing. Apabila ikan kucampur nasi, akan diambil ikannya saja.
Cindil akhirnya kumasukkan kandang yang telah kualasi kardus tebal dan kain
Eh ia berontak. Aku jadi cemas. Ketika pintu kandang kubuka ia langsung lari ke luar dan memaksa mau masuk lemari pakaian.
Duh Cindil susah sekali dikeluarkan. Untungnya ia memilih di rak bawah yang hanya ada bedcover yang masih tertutup plastik.
Akhirnya kusiapkan kardus besar dengan alas kain-kain. Akhirnya ia mau di sana dan tenang. Kuelus-elus badannya dan kupasang kipas angin biar ia tak kepanasan. Ia mulai merasa tenang.
Lalu sekitar 10 menit kemudian mulai muncul kaki kucing. Oh anaknya telah lahir. Anak pertama. Warnanya dominan kuning kecokelatan seperti Nero. Apa jangan-jangan memang si Nero bapak kucing tersebut.
Si Cindil mulutnya masih menganga dan kesakitan. Lalu muncul bayi berikutnya. Kuning kecokelatan lagi.
Setelah itu dijilatinya anak-anaknya dan mereka cepat menemukan air susu kucing. Si Cindil masih tak tenang. Sepertinya masih ada lagi yang akan keluar.
Aku menunggunya di sampingnya. Menenangkannya. Si Mungil juga ada di dekatku. Mungil adalah ibu si Cindil. Jadi ia menunggu cucu-cucunya. Nero sendiri adalah buyut si Cindil. Jadi anak Cindil adalah generasi keenam kucing yang ada di rumahku. Yang pertama adalah ibu Nero alias Nori.
Urutannya Nori -> Nero dan adiknya -> Maknya Mungil -> Mungil -> Cindil -> anak Cindil
Wah sudah generasi keenam. Nero sudah jadi mbah buyut.
Akhirnya setelah agak lama muncul dua bayi kucing lagi. Cokelat dan belang hitam. Jadinya bayi kucingnya tiga kuning kecokelatan dan satu belang hitam.
Tambah empat bayi kucing. Duh sudah ada empat kucing dewasa dan tiga anak kucing. Kini ketambahan empat bayi kucing.
Tiba-tiba aku merasa pusing. Sebelas kucing rasanya aku tak sanggup. Adakah yang bersedia mengadopsinya?
Pe er bagiku segera melakukan vaksin dan KB ke para kucing. Tapi 11 kucing buat dirawat, aku tiba-tiba merasa jadi nenek-nenek. Pastinya bujet bulanan dan pekerjaan rumahku membersihkan mereka makin merepotkan.