“From Sky to Sea”, Cerita Sutradara Dokumenter Penyandang Disabilitas
Merekam aktivitas satwa liar bukanlah pekerjaan mudah. Perlu kehati-hatian dan ekstra kesabaran untuk mendapatkan gambar yang menarik dan realistis. Lantas bagaimana bila perekam aktivitas itu adalah seorang penyandang disabilitas? Tentunya upayanya harus ekstra lebih keras lagi. Sosok sutradara penyandang disabilitas bernama Jaimen Hudson dikisahkan dalam “From Sky to Sea”.
Film ketiga Festival Sinema Australia Indonesia 2021 adalah film bergenre dokumenter. Selama 90 menit penonton diajak ikut mengarungi keindahan pantai-pantai dan bawah laut Australia Barat, Esperance dan sekitarnya.
Jaimen sangat menyukai alam terutama lautan. Namun karena kecelakaan pada saat masih remaja, ia pun harus menyadari kondisi tubuhnya tak sebebas dulu. Sebagai penyandang disabilitas tubuh (quadriplegia), ia memerlukan alat bantu gerak, seperti kursi roda.
Ia sangat ingin mendokumentasikan satwa liar di lautan. Hiu, misalnya. Pengalaman ayah dan temannya merekam aktivitas hiu sangat membuatnya antusias untuk mencobanya. Meskipun teman ayahnya bercerita, prosesnya juga mendebarkan karena ia harus begitu dekat dengan posisi makhluk laut berukuran raksasa tersebut.
Jaimen kemudian menggunakan drone untuk merekam aktivitas hiu dan lumba-lumba yang ke luar ke permukaan. Namun, itu tidak cukup. Ia ingin masuk ke dalam lautan, melihat keindahan di dalamnya dan merekamnya. Mungkinkah?
Sejak dulu Jaimen mencintai laut. Keluarganya yang mengenalkannya pada keindahan laut dan seisinya. Hiu sendiri bisa dijumpai di Australia Barat.
Berbekal bantuan orang-orang yang telah berpengalaman dalam soal penyelaman dan berpengetahuan tentang kondisi perairan Australia Barat, Jaimen mulai belajar untuk bisa bergerak di lautan.
Cerita dalam film dokumenter yang dibesut orang dekat Jaimen, Leighton De Barros dan diproduseri Jodie De Barros sungguh inspiratif. Bagaimana kondisi tubuh seseorang tak menghalangi keinginannya meraih mimpinya. Terus berusaha dan berusaha meski tapak kakinya tak secepat mereka yang berbadan ‘normal’.
Visualnya begitu memanjakan mata. Daratan Australia Barat yang cenderung gersang begitu kontras dengan pantai-pantai dan lautannya yang begitu biru dengan keindahan bawah laut yang menakjubkan.
Yang membuatku takjub adalah proses seseorang membuat dokumenter satwa liar. Ada sebuah gambar bagaimana perekam posisinya begitu sangat dekat dengan hiu. Ia hampir saja tertubruk hiu. Namun ia nampak begitu tenang melakukan profesinya.
Ini adalah sebuah cerita sutradara film dokumenter satwa liar di lautan yang menghasilkan gambar-gambar menakjubkan. Namun jarang orang yang mengetahui bahwa si sutradara tersebut menyandang quadriplegia. Ia penyandang disabilitas pertama di dunia yang menjadi sinematografer bawah laut.
Yang belum sempat menonton, bisa menyaksikannya di FSAI 2021 pada pemutaran kedua sekaligus terakhir pada Minggu ,27 Juni pukul 20.30 WIB. Oh iya juga ada kelas sinematografer dipandu langsung oleh Jaimen Hudson dan Leighton de Barros pada Rabu, 23 Juni pukul 10.00-12.00 WIB. Ikutan yuk, gratis.
Gambar dari: Weekend Note, Australia Documenter, dan Sea Dog TV International