Perubahan Iklim Itu Nyata, Yuk Bersama Kita Hentikan Lajunya
Hari ini, 22 April, diperingati sebagai hari bumi. Menurutku hari ini adalah momen yang tepat untuk merenungi kondisi bumi kita dan apa yang bisa kita lakukan terhadap bumi tercinta ini.
Berbicara tentang kondisi lingkungan kita, memang ada begitu banyak perubahan di sana-sini. Hutan telah banyak berubah menjadi perkebunan, pertambangan, dan juga pemukiman. Lahan-lahan kosong semakin banyak yang lenyap, berubah jadi bangunan.
Belum lagi jika berbicara tentang polusi kendaraan dan pencemaran lingkungan. Jumlah kendaraan semakin terus bertambah seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2019 jumlah kendaraan bermotor mencapai 133 juta unit, dengan sekitar 112 juta di antaranya adalah kendaraan roda dua. Pertambahan kendaraan sekitar lima persen tiap tahunnya.
Itu masih tentang kendaraan, belum tentang sungai yang makin tercemar, lautan yang penuh sampah plastik, dan juga kebakaran hutan yang terus berulang setiap tahunnya. Ya, lingkungan kita terus berubah ke arah yang lebih buruk.
Salah satu dampak perubahan lingkungan yang kita semua rasai adalah perubahan iklim. Hal ini sebenarnya sudah kita dengar sejak 20 tahun lalu dengan istilah efek rumah kaca atau kebocoran atmosfer. Namun dampaknya benar-benar nyata baru kita rasai dalam satu dekade terakhir.
Perubahan iklim yang kurasai di daerahku yakni di daerah Cijantung, Jakarta Timur dan di kampun halamanku, di Kota Malang adalah suhu yang makin panas.

Suhu meningkat dan cuaca ekstrem sering terjadi | sumber gambar: pixabay
Awal-awal pindah dari kawasan Cempaka Putih ke Cijantung, aku merasa senang. Pasalnya hawa di daerah ini terasa sejuk dan segar. Memang tak sesejuk di Malang, tapi cukup adem dibandingkan kawasan lain di Jakarta.
Namun, belakangan ini hawa di Cijantung juga ikut ekstrem. Sekitar pukul 10.00 pagi, teriķnya sudah seperti pukul 12.00. Ketika pukul 12.00 hingga 14.00 panasnya makin memuncak. Hingga pukul 16.00 panasnya tak kunjung mereda. Baru seķitar pukul 17.00, suhu mulai menurun.
Saat Ramadan ini adalah tantangannya. Pada siang hari kuceķ suhunya mencapai 31 sampai 33 derajat. Malam harinya juga tak begitu banyak berubah. Ketìka hujan mengguyur, hawa juga masih terasa pengap dan lembab.
Hal yang sama juga kurasai ketika pulang kampung ke Malang. Suhunya sudah hampir sama dengan di Jakarta pada pagi dan siang hari.
Padahal dulu Malang dikenal sebagai kota yang berhawa sejuk. Dulu aku masih suka mengenakan jaket jika berangkat ke sekolah. Tapi kini bila ke Malang, aku juga tak lagi mengenakan baju tebal. Bahkan di rumah aku menggunakan kipas angin. Hal yang dulu tak pernah kulakukan.
Hawa yang gerah dan suhu yang makin tinggi adalah perubahan iklim yang kurasai. Menurut Badan Meteorologi Inggris suhu bumi global tahun 2022 mengalami kenaikan suhu sekitar 0,97-1,21derajat Celcius.
Satu lagi dampak perubahan iklim yang kuperhatikan yakni cuaca yang mudah berubah-ubah dan musim yang bergeser. Ada kalanya musim hujan tertunda. Namun ada masanya hujan terus-terusan meski sudah bukan lagi waktunya, misalnya pada bulan April ini.
Cuaca yang tak menentu dan suhu ekstrem ini akan berbahaya bagi pertanian. Ada ancaman gagal panen di sana. Jika gagal panen meluas maka yang akan terancam adalah manusia itu sendiri. Ancaman kelaparan akan hadir bila sumber daya pangan berkurang.
Perubahan iklim adalah satunya dipicu oleh emisi karbon. Oleh karenanya negara maju sering mencontohkan agar masyarakatnya lebih banyak menggunakan kendaraan umum, berjalan kaki atau bersepeda daripada menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu juga mulai digunakan solar cell di rumah-rumah dan perkantoran.

Tenaga matahari paling potensial menjadi sumber energi listrik di Indonesia | sumber gambar: AntaraNews.com
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi laju perubahan iklim?
Selain lebih banyak berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum maka kita juga bisa melakukan hal-hal berikut ini.
Yang pertama adalah mengurangi konsumsi energi listrik, dengan menyalakan lampu seperlunya, mematikan dispenser jika tidak digunakan seperti siang hari Ramadan ini, dan mencabut kabel ketika sudah selesai mengisi daya baterai.
Selanjutnya kita bisa mengurangi konsumsi. Mengurangi penggunaan kertas dan tisu agar tidak semakin banyak pohon yang dibabati. Lebih sering menggunakan barang yang sama atau mendaur ulangnya daripada membelinya atau membeli barang yang awet dan bisa digunakan berulang kali.
Cara lainnya yaitu bertanam. Dengan bertanam maka karbondioksida akan diserap oleh tanaman. Halaman rumah kita bisa ditanami atau jika lahannya sempit maka bisa menggunakan pot.

Bertanam di wadah | gambar milik Hardani
Cara berikutnya yaitu membeli bahan makanan dan makanan jadi secukupnya. Jangan banyak membuang makanan. Jika misalkan ada bahan makanan yang terbuang maka lebih baik dibuat kompos.
Itulah cara-cara sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi laju kenaikan suhu dan perubahan iklim. Jika dilakukan satu orang mungkin kurang berdampak, tapi jika dilakukan banyak orang, maka akan terasa dampaknya #untukmubumiku #teamupforimpact

Stop laju perubahan iklim dengan cara berikut | desain dengan Canva
Tentang hari bumi kalian bisa mengikuti perkembangannya dengan mengikuti media sosial Blogger Perempuan Network: Facebook: Blogger Perempuan Network | Instagram: @bloggerperempuan | Twitter: @BPerempuan
Selamat hari bumi!
Gambar cover desain dengan Canva