Airlangga dan Dewi Kili Suci
Di antara kisah-kisah kerajaan di Jawa Timur, kisah pada masa pemerintahan Airlangga membuatku paling penasaran. Entahlah, mungkin karena sejak kecil hingga beliau menua, ia mengalami berbagai peristiwa dahsyat, di mana ia beberapa kali di ambang kematian. Dalam buku berjudul “Airlangga: Drama dalam Tiga Babak” ini tak dikisahkan awal kisah Airlangga mendirikan Kahuripan ataupun tentang Calonarang. Di sini dikisahkan sosok sebenarnya petapa bernama Dewi Kili Suci.
Dalam rangka Hari Buku Nasional, aku memilih membaca buku karya sastrawan terkenal, Sanoesi Pane. Ia adalah sastrawan angkatan Balai Pustaka. Sanoesi merupakan kakak dari Armijn Pane.
Buku karya Sanoesi tentang Airlangga ini terbilang tipis. Hanya 72 halaman. Buku ini diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928.
Dikisahkan Airlangga merasa lelah jiwa raga. Ia telah melalui berbagai peristiwa hidup mati dari serangan Sekutu Sriwijaya yang menewaskan Darmawangsa dan membuatnya bersembunyi di hutan Wonogiri bersama Narottama, hingga kemudian berbagai peristiwa lainnya adu senjata dengan Kerajaan Wengker yang berpusat di Ponorogo. Ia hanya ingin perdamaian dan menyerahkan tahta ke putrinya.
Namun putri mahkota yang bernama Sanggrama Wijayatunggadewi berkelakuan tak seperti harapannya. Ia menolak lamaran pangeran dari Daha. Ia juga mengundurkan diri dari tahta. Hal ini membuat Airlangga terkejut dan ia cemas perang saudara tak dapat dicegah.
Airlangga makin kalut ketika orang yang paling setia dengannya dan juga sahabatnya, Narottama meninggal. Atas saran Arya Bharad, ia pun membagi kerajaannya menjadi dua untuk dua putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Dikemas seperti naskah drama, cerita Airlangga dan Dewi Kili Suci ini terasa emosional. Airlangga telah melalui banyak penderitaan. Sebenarnya ada alasan mengapa ia sebenarnya sangat berharap Kahuripan tetap utuh. Ia sangat menyayangi Jawadwipa.
Di sini juga terlihat bagaimana hubungan karib Airlangga dan Narottama, orang yang banyak menolongnya saat ia berada di titik bawah.
Dalam cerita juga ada sosok Mpu Kanwa juga bagaimana Airlangga menghormati agama yang dianut di masa tersebut, Hindu Siwa, Hindu Wisnu, dan Buddha.
Menggunakan bahasa sastra, bahasanya mungkin relatif kurang mudah dicerna. Namun dengan membaca buku ini pembaca bisa mendapatkan sisi lain dari sosok Prabu Airlangga dan Dewi Kili Suci.