Dear David, Hubungan Ibu dan Anak yang Malah Lebih Menarik
Film Dear David kemarin (9/2) rilis di Netflix. Film ini sejak gala premiere-nya mendapat sambutan hangat. Seperti apa sih filmnya?
Filmnya bercerita tentang sosok Laras (Shenina Cinnamon), ia siswa berprestasi. Ia ketua OSIS dan juga murid penerima beasiswa, nilai-nilai akademisnya juga bagus. Namun ia punya rahasia. Ia suka menulis diary secara online tentang fantasi sensualnya kepada kawannya, David (Emir Mahira).
Sementara itu eks sahabatnya, Dilla (Caitlin North Lewis) mendapat tuduhan jahat. Teman-teman di sekolahnya memberikan julukan yang miring. Ia dianggap gadis murahan.
Oleh karenanya ketika diary Laras viral gara-gara lupa logout, maka tertuduh pelaku pembuat diary tersebut adalah Dilla. Laras sendiri ketakutan karena ancaman pihak sekolah tak main-main, ia takut dengan prestasinya. Rupanya ada satu orang yang tahu rahasianya.
Ceritanya Agak Bertele-tele dan Banyak yang Ingin Disampaikan
Ada banyak pesan yang ingin disampaikan oleh Lucky Kuswandi (Ali & Ratu Ratu Queens, Galih dan Ratna, dan A World Without) dalam film Dear David. Ada isu tentang perlindungan data pribadi, perundungan, edukasi seksual untuk remaja, dan keberanian coming out menyukai sesama jenis. Isu ini relevan pada masa sekarang. Namun sayangnya penyampaiannya agak bertele-tele, lalu isu penting ini banyak diletakkan di bagian akhir.
Filmnya akan lebih nyaman dan lebih baik jika durasinya dipersingkat. Karena ada banyak adegan yang terasa repetitif dan monoton. Bagian tentang fantasi Laras di awal terasa menarik dan lucu, lama kelamaan penyampaiannya monoton.
Karakter pemeran utama sendiri kurang simpatik. Mungkin memang sengaja didesain seperti itu karena si pemeran utama terlalu berfokus ke prestasinya. Alasan persahabatan mereka, Dilla dan Laras sempat putus juga agak dipaksakan.
Ada beberapa interaksi yang terasa kaku dan kurang nyaman. Tokoh seperti guru BP dan temen pelaku perundingan terlalu hitam putih. Lagu-lagu latarnya agak kebanyakan, malah mengurangi fokus cerita.
Ekspresi dan mimik Shenina mirip-mirip dengan saat ia berperan di Penyalin Cahaya dan sebuah film pendek di antologi Piknik Pesona. Kurang ada pembeda. Karakternya di sini memang mirip dengan karakternya saat tampil di Penyalin Cahaya, tapi jadi kurang ada pembeda antara satu film dan lainnya.
Bagian terbaik dari film ini adalah interaksi dan dialog antara Laras dan ibunya. Ibunya benar-benar ibu yang memahami putrinya dan tak banyak menuntut.
Ibunya tak ingin putrinya terlalu pusing dengan masalahnya. Ia membebaskan putrinya karena ia percaya pada putrinya. Dialog ini menyentuh.
Dari visual, tone-nya yang warna-warni khas remaja. Film ini memang pas ditujukan kepada remaja yang memiliki banyak rasa penasaran.
Skor: 7/10.
Gambar: Netflix