Lonceng Kucing dan Pang
Aku merindukan Pang. Ia hilang lagi setelah kemarin sempat melihatnya sebentar. Aku cemas sekali dan beberapa kali ingin menangis karenanya. Sejak si Mungil meninggal, aku makin takut kehilangan kucing-kucingku. Aku pun kemudian memutuskan untuk membeli lonceng kucing, pertanda mereka memiliki pemilik.
Awalnya aku merasa kasihan melihat mereka mengenakan kalung. Pasti tak nyaman di leher mereka. Mengingat si Clara pernah diculik, aku jadi makin was-was. Apalagi kini Pang kembali hilang. Oh rasanya aku sesak nafas dan cemas.
Aku pun memesan kalung kucing dengan lonceng. Juga, ada papan nama mungil. Baru Opal yang sudah kuberi nama. Lainnya kubiasakan dulu dengan kalungnya.
Yang pertama adalah Clara. Ia mudah kupasangkan kalung. Yang paling susah adalah Cindil dan Samsudin, dua kucing betina dewasa. Sampai namanya tertukar.
Si Nero Manis alias Ipik Ipik sudah kehilangan kalungnya. Ia yang paling kurus di antara para kucing. Aku tak tahu bagaimana caranya ia menghilangkan kalungnya. Tapi kasihan jika ia sendiri tak berkalung.
Kini semua kucing sudah berkalung, tapi belum kunamai. Samsudin dan Panda suka lompat-lompat, masih beradaptasi dengan kalungnya. Aku pun mendengar bunyi lonceng di mana-mana, di halaman, di dapur, dan di tangga.
Aku masih merindukan Pang. Semoga ia cepat pulang tanpa kekurangan apapun.
Akupun kalau kehilangan kucing sampai nyeri hatiku..aku panggil2 siapatau dengar dan pulang..
Huuhuu iya. Aku bolak balik bilang ke kucingku yang lain agar ikut nyari si Pang. Rasanya hati masih sakit ia belum kunjung kembali.