Festival Musik, Rokok, dan Minuman Keras
Sebenarnya agak was-was juga nulis ini. Tapi negeri ini masih bebas berpendapat kan, jadinya menurutku boleh-boleh saja aku menyampaikan pendapatku tentang festival musik yang beberapa kali kudatangi.
Sebenarnya aku orang yang suka menghindar dari keramaian. Lebih suka di rumah atau ngendon di perpustakaan, daripada berdesak-desakan di pusat perbelanjaan.
Namun, ada situasi ramai yang kutoleransi, yakni nonton festival musik. Ada tiga jenis musik yang selalu ingin kudengar secara live yakni musik rock/metal, musik klasik/orkestra, dan world music seperti musik etnik dan musik yang unik.
Untuk acara nonton musik ini aku masih bisa berdesak-desakan. Hanya kemudian beberapa hari setelahnya, aku akan detoks, banyak sendirian karena berada di kerumunan itu sangat menyita energi.
Meski aku suka musik rock dan metal, namun bukan berarti aku juga mengikuti kebiasaan seperti minum minuman keras dan merokok. Gaya hidupku masih lumayan bersih, hanya selera musiknya saja yang keras.
Oleh karenanya aku suka gimana gitu melihat sponsor festival dan konser musik kebanyakan adalah brand rokok dan minuman keras. Mbok ya lebih banyak yang jualan alat musik, minuman mineral, dan makanan-makanan lezat murmer yang jadi sponsor, karena pasti lebih laku.
Di sebuah festival musik yang kudatangi di Ancol beberapa tahun lalu, aku terkejut ketika saat datang ditawari welcome drink berupa minuman beralkohol. Masih sore ditawari minuman keras, astaga. Untung aku langsung sigap baca merknya, awalnya kupikir softdrink biasa.
Di acara yang berbeda, aku merasa sesak nafas karena banyaknya penonton yang merokok. Duh banyak manusia kenapa masih banyak yang merokok sih. Eh vokalis yang tampil juga asyik merokok juga di sela-sela bernyanyi. Astaga. Apa karena tempatnya outdoor ya jadi kesannya bebas merokok?!
Belakangan aku merasa girang ketika di dalam ketentuan penonton dilarang membawa rokok, vape, dan minuman keras. Asyik akhirnya ada keadilan juga bagi mereka yang ingin menonton pertunjukan musik dengan udara yang relatif bersih. Eh di dalam lokasi event, malah banyak penjaja rokok dan minuman keras. Walah sama saja.
Tempat yang sesak, ada perokok dan juga mereka yang mengonsumsi minuman keras. Kok panitia nggak was-was jika terjadi sesuatu ya. Penonton yang mabuk kan berbahaya. Apa karena sponsor jadi mereka tak bisa apa-apa ya.
Sebagai perempuan yang suka musik, kadang-kadang aku juga merasa gentar dengan situasi seperti itu di lokasi acara musik. Apalagi aku biasanya nonton sendirian.
Oleh karenanya di beberapa acara musik belakangan ini aku tetap pakai masker, membawa ransel, dan berdiri di tempat yang kiranya aman. Ransel ini kugunakan di depan sebagai alat untuk menjaga jarak. Kadang-kadang aku juga bawa jaket, untuk lapisan di depan atau belakang, sehingga badan relatif aman jika terjadi apa-apa selama pertunjukan.
Tapi ya untuk asap rokok ini aku masih terganggu. Sudah pakai masker, asapnya masih bisa masuk. Dulu pernah sampai mata rasanya pedas dan susah nafas karena di tengah-tengah kerumunan penonton, ada saja yang merokok.
Akhirnya karena nggak tahan, aku pun keluar dari kerumunan. Rasanya sebal dengan kelakuan penonton seperti itu, mbok ya disediakan ruang merokok oleh panitia, sehingga mereka tidak sembarangan merokok di tengah kerumunan.
Aku tak tahu sampai kapan acara festival dan konser musik disponsori brand rokok dan minuman keras. Kenapa ya jarang terlihat es krim atau es buah buka stan, padahal pasti laku karena pengunjung akan suka minum yang dingin-dingin setelah kepanasan berkerumun.
Padahal aku sudah memberikan apresiasi ketika ada festival musik yang menyediakan mushola. Jarang-jarang ada penyelenggara yang berpikiran seperti itu. Penonton festival musik metal masih banyak yang lurus kok, nggak neko-neko.
Dari segi kenyamanan, nonton konser musik klasik atau orkestra itu paling top. Penonton duduk dan tertib. Lampu flash dilarang, keluar masuk pun ada aturannya, tepuk tangan juga ada waktunya. Jadi kangen nonton konser musik klasik dan orkestra.