“Dua Garis Biru” yang Haru Biru
Menjalin hubungan romantis pada masa belia memang menyenangkan, namun juga perlu kontrol diri dari tiap individunya agar tidak kebablasan. Bagaimana jika kejadian tersebut tak terhindarkan? Imbas dari hubungan intim yang dilakukan sepasang kekasih ini menjadi konflik dalam film “Dua Garis Biru”.
Awalnya aku agak enggan menonton film ini karena kupikir ceritanya bakal mirip dengan film yang dibintangi Ellen Page, yaitu “Juno” atau sinetron yang melambungkan nama Agnes Monica, yakni “Pernikahan Dini”. Memang temanya sama tapi kemasan, cerita dan eksekusinya berbeda.
Filmnya juga tidak seperti yang dipetisikan oleh sebagian kelompok. Tidak ada hal yang vulgar, tidak ada pesan untuk berhubungan bebas.
Pesan yang kutangkap malahan adalah pesan yang positif agar para pasangan kekasih yang masih muda menjauhi yang namanya coba-coba melakukan perbuatan intim karena imbasnya bakal seperti yang tergambar dalam film ini.
Dikisahkan Bima (Angga Aldy Yunanda) dan Dara (Adhisty Zara) adalah pasangan kekasih satu kelas. Mereka duduk sebangku. Dara adalah gadis pintar. Bima, sebaliknya. Ia lebih suka bermain gim daripada belajar.
Sepulang sekolah mereka bermain hingga kemudian mereka melangkah jauh. Setelahnya Dara was-was karena ia mual-mual dan perutnya mulai membesar. Bima yang awalnya ketakutan kemudian mencoba bersikap jantan dengan melindungi kekasihnya. Hingga suatu ketika rahasia mereka terbongkar dan Dara dikeluarkan dari sekolah. Masalah mereka makin membesar. Hal-hal yang tak pernah dibayangkan keduanya saat mencoba-coba rupanya sangat pelik.
—
Sepanjang film aku terhanyut akan ceritanya yang berkembang dengan dinamis. Sosok pasangan kekasih, Bima dan Dara, mengalami perkembangan karakter dari pasangan unyu-unyu menjadi calon orang tua. Mereka sama-sama diharapkan dewasa lebih cepat. Konflik antar keduanya dan kemudian antara masing-masing tokoh dan orang tuanya pun menyentuh.
Dalam film digambarkan hubungan yang dulunya mesra antara Bima dan ibunya (Cut Mini). Namun situasi kemudian berubah ketika sang ibu mengetahui rahasia anak bungsunya. Emosi sang Ibu yang ditunjukkan pada saat sholat dan kemudian ketika ia membanting uleg-uleg terasa ke penonton. Demikian pula dengan hubungan Dara dan ibunya (Lulu Tobing) yang panas dingin.
Sudut-sudut Jakarta digambarkan secara kontras lewat tokoh Bima dan Dara. Dara yang berasal dari keluarga berkecukupan digambarkan memiliki rumah dan halaman yang luas, sedangkan Bima tinggal di rumah yang sederhana dan untuk menuju rumahnya harus melewati gang-gang yang sempit dan beberapa nampak gelap. Gambaran ini memberikan tambahan warna-warni dalam cerita yang menarik. Ada banyak simbol-simbol menarik dalam film ini yang semakin menguatkan pesan yang ingin disampaikan.
Selain ceritanya yang juga membumi, akting para pemainnya berkontribusi membuat cerita makin dramatis. Cut Mini sejak di Athirah selalu berhasil mencuri perhatian. Lulu Tobing juga tak kalah memukau, meskipun ini merupakan film pertamanya setelah lama menghilang.
Pemeran kekasih remaja, Zara dan Angga juga membuktikan mereka pemain muda yang potensial. Zara masih perlu banyak jam terbang. Yang menarik dari Zara, ia itu pandai menangis, sesuatu yang tak semua pemain film bisa melakukannya. Sayang chemistry-nya bersama Angga masih belum kuat dan artikulasinya kadang-kadang masih kurang jelas.
Memang aku menjumpai ada beberapa kemiripan dengan film “Juno” dari kehamilan yang tak diduga, kemudian keluarga yang ingin mengadopsi anak, dan bagaimana perkembangan karakter kekasih Juno. Tapi dengan cerita yang khas Jakarta dan konflik yang membumi di Indonesia maka hal tersebut tak mengapa.
Tapi ada pertanyaan dariku yang mengganggu. Kenapa harus Korea?
Detail Film:
Judul: Dua Garis Biru
Sutradara: Gina S. Noer
Pemeran: Cut Mini Theo, Lulu Tobing Angga Aldi Yunanda, Dwi Sasono, Adhisty Zara, Arswendi Nasution, Rachel Amanda, Asri Welas, Ligwina Hananto
Genre: Drama
Skor: 8/10
Gambar: Starvision dan Empire Online
[…] “Dua Garis Biru” memiliki jalinan cerita yang rapi dan jajaran pemain yang solid. Hampir semua pemainnya memiliki kualitas akting yang apik. Terutama Cut Mini. Zara eks Jkt48 mulai menancapkan kukunya di sini, selain mudah menangis, dan aku mengapresiasinya, ia perlu memerhatikan artikulasi. Ulasan di sini. […]
Mbaknya sempet keluar air mata enggak?
Hehehe nggak, baru berkaca-kaca saja. Tapi di belakangku kayaknya nangis lumayan terdengar.
Saya meneteskan air mata nonton film ini. Lumayan sedih juga ternyata
Kasihan mereka dan orang tua mereka. Hiks.