“Rumah Ketujuh”, Komedi Romantis Berbumbu Astrologi
Apakah Kalian percaya ramalan bintang? Atau Kalian gemar menafsirkan mimpi? Tak sedikit di antara kita yang suka membaca ramalan bintang dan buku tafsir mimpi, bahkan menjadikannya sebagai acuan dalam mengambil keputusan dan melakukan aktivitas keseharian. Kisah dua sahabat yang percaya akan astrologi ini diceritakan dalam film bergenre komedi romantis berjudul “Rumah Ketujuh”.
Dalam film ini dikisahkan Lintang (Dewi Rezer) dan Indra Birowo (Cakra) adalah sahabat sejak kecil. Mereka memiliki usaha penyewaan video. Lintang merasa sudah saatnya ia mencari jodoh. Menurut ramalan bintang, jodohnya adalah pria Taurus. Ia harus menemukan jodohnya tersebut sebelum usianya genap 25 tahun. Jika lewat maka bisa jadi ia akan sulit jodoh.
Lain halnya dengan Cakra. Ia merasa penasaran dengan gadis yang bayangannya suka muncul di dalam mimpinya. Ia yakin gadis itu adalah jodohnya.
Keduanya pun kemudian menggunakan cara-cara yang diyakininya untuk menemukan jodoh. Lintang merasa Arman (Gary Iskak) adalah jodohnya, demikian halnya dengan Cakra yang meyakini Alina (Andhara Early) adalah gadis yang sama dengan yang ada di mimpinya. Hingga di satu titik keduanya sama-sama ragu.
Unsur Astrologi yang Bikin Film Jadi Unik
Rumah ketujuh dalam astrologi merujuk pada asmara dan cinta. Rumah ini dipengaruhi oleh planet Venus. Dalam rumah ini diatur segala hal tentang percintaan hingga pernikahan.
Pada tahun film ini dirilis, yaitu tahun 2003, belum banyak film yang menggunakan unsur astrologi untuk menggerakkan karakter-karakternya. Sebuah unsur yang unik dan bisa menjadi pembeda dari film drama romantis sejenis.
Menurutku ini langkah berani dari trio Rudy Soedjarwo, Mira Lesmana, dan Riri Riza untuk mengolah naskah Rayya Makarim yang pada masa itu bukan hal yang kebanyakan. Trio ini berani mengeksplorasi bumbu-bumbu tentang cinta dari sisi astrologi.
Mereka ke luar dari zona nyaman kisah cinta seperti “Ada Apa dengan Cinta”, trio yang mereka dengan rumusan gadis cantik dan pemuda yang tampan. Di sini Lintang yang cantik bersahabat dengan Cakra yang penampilannya nampak culun. Latar keduanya juga tak biasa, keduanya bekerja sama menjalankan persewaan video dan bermimpi memiliki tempat tontonan alternatif.
Namun film ini di pertengahan menuju akhir menjadi klise. Cerita romansa antara Lintang-Arman dan Cakra-Alina terjalin begitu mudahnya dengan akhir yang mudah tertebak.
Dari segi visual, pengambilan gambar dan kualitasnya masih seperti film teve atau mungkin hal ini disebabkan aku menontonnya di teve semalam. Dari sisi akting, Dewi Rezer sebagai pendatang baru cukup lumayan, tak buruk, demikian juga dengan Indra Birowo. Sedangkan porsi Gary dan Andhara di sini tak banyak juga tak menonjol.
Yang patut diapresiasi dari film ini selain temanya yang tak umum (meski kurang dieksplorasi), yaitu musik skoringnya yang bergaya swing. Ini asyik dan bikin film jadi terasa menyenangkan dan ringan. Musik yang dikomposisi dan dimainkan oleh Indra Lesmana dan Ahsan ini juga meraih penghargaan ‘best score’ di Festival Film Bandung.
sumber: Kineforum dan Indonesian Film Center