Akhir Pekan dan Kenangan
Akhir pekan, aku teringat akan bibi dan eyang. Di benakku terbayang akan masa-masa kami masih bersama. Berkumpul di meja makan, makan kue marie atau gorengan.
Aku masih sering terbayang nenek. Ia masih seperti dulu dengan baju kebaya dan jarit atau yang disebut sewek. Nenek lebih nyaman dengan pakaiannya, enggan memakai blus dan rok atau daster.
Dalam mimpi dulu aku lumayan sering bertemu eyang. Sekarang mulai jarang. Ketika bertemu dalam mimpi aku tak takut menyapa dan bertanya, “Bukankah nenek sudah meninggal?”
Nenek dalam mimpi tersenyum dan hanya diam. Perawakannya segar seperti ketika nenek masih sehat.
Ketika bibiku yang merupakan adik ibu meninggal, aku tercekat. Rasanya sampai kini aku masih agak sulit percaya.
Setiap pulang ke kampung halaman aku selalu singgah ke rumahnya. Aku disuguhi kopi dari toko kopi bubuk langganannya, menjes goreng, atau mencicipi pelasan tongkolnya.
Tahun ini aku hanya mendengar suaranya lewat telpon dan dua bulan setelahnya aku kehilangan dirinya. Di benakku masih terbayang si bibi dengan baju setelan favoritnya dan suaranya yang kukenal.
File rekaman yang kusimpan di lemari pengarsipan ingatan beberapa kali kuputar. Ada aku di sana yang masih kecil memandang dari jendela kaca. Aku melihat meja makan nenek yang terlihat dari tempatku berada. Di sana ada nenek, paman, dan tiga bibiku yang telah meninggal. Orang-orang yang kusayang dan selalu akan kukenang.
Gambar: pixabay