Orang Lama
“Sik eling Pak Andik (nama disamarkan)?” Ibuku bertanya di telpon. Sebelum kujawab, ia melanjutkan ceritanya,Pak Andik, salah satu sesepuh di kampung halaman kami telah meninggal dunia.
Apabila aku pulang ke kampung halaman, wajah-wajah orang lama semakin jarang kujumpai.Pak A, Bu B, dan lainnya yang sebaya dengan nenekku telah tiada. Begitu juga dengan teman-teman senior ayah dan ibuku.
Kini sebagian penghuni di kampung halamanku berganti dengan wajah-wajah baru. Aku kadang-kadang berasa asing karena kiri kanan dan depan rumahku tak kukenal.
Ketika Ibu menyebutkan nama-nama sesepuh kampung yang telah meninggal, pikiranku melambung ke sana ke mari. Aku masih ingat diajak ibuku datang ke arisan PKK, di sana aku bertemu dan mengingat wajah-wajah dari ibu-ibu yang usianya lebih senior dari ibuku.
Aku masih mengingat wajah-wajah mereka, senyum mereka, juga ketika mereka nampaknya serius memerhatikan orang yang sedang berbicara.
Demikian pula apabila ada acara tujuhbelasan atau halal bihalal di kampung. Bapak-bapak, kakek, dan nenek yang tak ikut arisan,ada di sana. Sebagian besar dari mereka masih kuingat.
Ada satu kakek yang biasa kami kunjungi pada saat lebaran. Kami harus mengantri untuk salaman dengannya. Satu-persatu dari tamunya ia doakan. Ia masih ingat kami satu-persatu. Ketika Beliau meninggal dan kami tak lagi berjumpa dengannya di kediamannya, rasanya ada sesuatu yang kurang lengkap.
Orang lama itu banyak berganti dengan orang baru. Itulah dunia, selalu bergerak dan berubah.
Begitu pula halnya ketika aku bereuni dengan eks teman sekolah atau teman kantor. Banyak guru kami, juga rekan-rekan senior di kantor kami yang telah berpulang. Ada kalanya kemudian aku menangis karena merasa begitu kehilangan.
Kini ketika beberapa kawan, orang yang kukenal, dan keluarga kawan ada yang meninggal karena Covid-19, aku juga ikut merasa nelangsa. Apalagi di antara mereka ada salah satu kawanku di masa kuliah.
Ia teman yang pintar dan kocak. Ia menghadiahiku kalkulator solar, sebuah kado yang menurutku sungguh tak biasa. Ia kemudian menyebur ke dunia keuangan, sesuatu yang dulu tak pernah kami pelajari di informatika. Kami tak pernah lagi bersua atau bercanda. Kalkulatornya masih kusimpan.
Selamat tinggal kawan. Tahukah Kamu, kalkulatormu juga berhenti menyala, tapi ia akan terus kusimpan.
Gambar dari: Pixabay/Rachel C.
Kalkulator yang menyimpan kenangan. Semoga tak akan pernah hilang.
Ehm iya. Sepertinya gara-gara kalkulator itu aku jadi suka berhitung.