Menahan Diri untuk Masa Depan Lebih Baik
Apa pelajaran masa kecilmu yang bermanfaat hingga Kalian dewasa? Ada banyak hal yang kupelajari waktu aku masih kecil. Salah satu di antaranya yang bermanfaat hingga aku dewasa adalah kebiasaan menahan diri.
Berhemat menurutku salah satu contoh kebiasaan menahan diri. Orang tua mengajarkanku berhemat sejak kecil. Aku tak menyukainya tapi dulu terbiasa karena keadaan. Berhemat membuatku dulu bisa mengumpulkan uang untuk membeli komik dan buku bacaan lainnya.
Gara-gara kebiasaan berhemat, aku jadi tak begitu suka berbelanja atau menghindari makan di luar, kecuali bila ada yang perlu kubeli dan sedang ingin refreshing. Aku jadi penuh perhitungan. Bila sekali makan di tempat A menghabiskan Rp 300 ribu untuk berdua maka itu berarti sama dengan ongkos belanja bahan makanan untuk dua mingguan.
Sekali makan Rp 50 ribuan perorang maka itu setara untuk berbelanja bahan makanan untuk 2-3 harian yang bisa dimakan berdua. Karena jika dihitung-hitung, di luar beras dan minyak, maka lauk berupa tempe/tahu, ikan, dan sayuran plus bumbu sebesar Rp 25 ribu bisa dimasak untuk dimakan dua kali dan dua porsi.
Kebiasaan berhemat memang membuatku pelit kepada diriku sendiri. Tapi sesekali aku juga membuat kelonggaran dalam ‘aturanku’ dengan alasan menikmati dan merayakan hari. Makan di luar atau liburan.
Sering kali berhemat dan sesekali merayakannya, rasanya tak begitu buruk.
Ibu memang ceŕdas memaksaku untuk berhemat. Aku menahan diri selama ini dan memaksa diriku untuk menabung. Tapi kini aku bersyukur telah melakukannya. Coba kalau aku tak rajin berhemat, aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku. Mungkin nasibku tak sebaik masa sekarang.
Berhemat memang tak menyenangkan, tapi positifnya lebih banyak pada masa mendatang.
Kebiasaan menahan diri lainnya adalah ketekunan dan ketabahan atau ketangguhan dan kegigihan. Karakter ini disebut-sebut dalam buku “Grit” yang populer. Bagaimana seseorang bisa lulus dan lebih sukses dari orang-orang lainnya karena sifat-sifat tersebut. Berhemat adalah salah satu contoh ‘grit’ juga.
Di buku tersebut diceritakan, tak semua orang bisa lulus ujian tertentu. Tak semua orang bisa sukses di bidang tertentu. Ketika awalannya nampak sama tapi kemudian proses yang menentukan mereka bisa sampai di akhir.
Ada yang sabar dan tabah menghadapi tekanan. Ada juga yang tekun berlatih. Mereka pribadi yang tangguh. Mental mereka tertempa oleh didikan keras, tak ada sesuatu yang instan.
Dalam buku karya Angela Duckworth tersebut ada lima area Grit. Yaitu, keberanian; kesadaran akan sasaran dan sesuatu yang ingin diraih; sasaran jangka panjang dan daya tahan; kemampuan adaptasi, tidak mudah menyerah (resiliance), optimis, percaya diri, dan kreatif; serta ekselen.
Aku dulu pernah menjadi orang yang tangguh. Mau menghabiskan waktuku dan tenagaku agar aku bisa sampai di sebuah titik tertentu. Tapi kemudian ada masa-masa yang membuatku terpuruk dan membuatku terasa susah untuk bangkit kembali dari titik tersebut.
Ketika aku membaca buku “Grit”, aku kembali ingat akan pesan orang tua dan guru agar kembali tekun dan menahan diri agar menjadi pribadi yang tangguh. Tak ada kesuksesan yang instan, semua perlu usaha dan waktu.
Tulisan ini menjadi pengingat diriku sendiri agar aku kembali mampu menahan diri untuk masa depan yang lebih baik. Dua hingga delapan jam sehari menahan diri selama satu tahun atau lebih, rasanya adalah hal yang adil jika aku ingin ke luar dari zona nyamanku saat ini.
Berhemat dan tekun setiap hari. Aku mencoba memantapkan diri untuk kembali menahan diri agar masa depanku lebih baik.
Gambar dari pixabay