“Kota Mati” dan Lagu-lagu Keren Peterpan dalam Album “Alexandria” dan “Hari yang Cerah”

Menunggu pagi
Aku spontan menjawab “Alexandria” untuk album soundtrack film Indonesia terbaik hingga saat ini. Album soundtrack yang digarap band Peterpan (sekarang Noah) ini menurutku begitu apik, di atas album soundtrack “Ada Apa dengan Cinta”.

Yang membuat album ini masih kunobatkan sebagai album soundtrack terbaik karena lagu ini mencerminkan cerita dalam film “Alexandria” tersebut. Tentang Bagas yang mencintai teman masa kecilnya, mimpi masa lalu Bagas yang kemudian terasa makin menjauh dan sebagainya.

Tembang satu dan lainnya punya benang merah. Ada keterkaitannya satu sama lain.

Ketika aku mendengar tembang-tembang dalam album ini aku bisa merasa seolah-olah menyaksikan film yang dibintangi Julie Estelle, Fachri Albar, dan Marcel Chandrawinata. Ada nuansa persahabatan dan cinta segitiga.

Alexandria

Ada 10 tembang dalam album yang dirilis tahun 2005 tersebut, yang terdiri dari lima lagu dari album sebelumnya dan lima lagu anyar. Tembang-tembang tersebut adalah “Tak Bisakah”, “Jauh Mimpiku”, “Membebaniku”, “Menunggu Pagi”, “Kukatakan dengan Indah”, “Sahabat”, “Aku dan Bintang”, “Mungkin Nanti”, “Di Belakangku”, dan “Langit Tak Mendengar”.

Sampai sekarang aku masih suka mendengar beberapa tembangnya. Mendengarnya sambil asyik melamun. Favoritku “Jauh Mimpiku”, “Menunggu Pagi”, “Kukatakan dengan Indah”, dan “Langit Tak Mendengar”.

“Jauh Mimpiku” mengingatkanku bila aku sedang kecewa dan merasai mimpiku sulit digapai. Sedih, tapi juga paham hal tersebut realistis.

“Menunggu Pagi” paling kusuka kudengar pada saat pagi hari, ketika langit yang gelap perlahan-lahan mulai memerah. Intro lagunya menguatkan rasa sedih, liriknya sederhana namun terasa dalam.

“Menunggu Pagi” seperti memberikan makna tetap menyimpan asa meski situasi rasanya tak memungkinkan. Bagian tengah lagu hingga bagian akhir terasa dramatis dan emosional.

“Kukatakan dengan Indah”, dulu sering sekali kudengar di radio. Lagu yang cocok menemani pada saat patah hati.

Ada dua versi lagu ini, versi dalam album “Bintang di Surga” dan versi dalam album “Alexandria”yang musiknya lebih lembut namun terasa lebih kaya. Aku suka kedua versi ini karena memberikan vibe yang berbeda, yang satu nuansa patah hati dan kecewanya kental, versi yang lebih mellow itu sedih tapi bisa menerima keadaan.

Ketika hubunganku dulu tak berjalan mulus, aku suka menghibur diri dengan lagu ini. Makin kecewa dan sedih sih, tapi setelahnya lega.

Aku masih suka mendengarkan tembang ini. Sambil senyum-senyum betapa bodohnya aku masa lampau.

“Langit Tak Mendengar” adalah lagu yang indah. Ia salah satu karya masterpiece Peterpan. Intronya indah, kaya, dan mewah. Melodi dan gebukan drumnya mantap. Liriknya bernas, mudah diingat, dan maknanya dalam.

Coba bertanya pada manusia tak ada jawabnya
Aku bertanya pada langit tua, langit tak mendengar

Satu tembang lagi, “Membebaniku”, juga tak buruk. Intronya cakep. Nuansa kekecewaan dalam tembang ini, tidak cengeng. Musik di bagian jedanya asyik dinikmati membuat pikiran melayang ke sana ke sini.

Tembang lawas seperti “Sahabat” dan “Mungkin Nanti” juga enak didengar dengan aransemen yang baru di album ini. Intro dan melodi dalam tembang-tembang ini asyik.

Kupikir album “Alexandria” adalah album terbaik Peterpan, tapi rupanya ada album berikutnya yang hampir menyamai kualitas dan keindahan lagu-lagunya. Ia adalah album “Hari yang Cerah” yang dirilis dua tahun setelah album “Alexandria” alias tahun 2007.

Dalam album ini ada 10 lagu yang musik dan temanya eksploratif. Berbeda dengan album-album sebelumnya, tema lagunya tak hanya tentang percintaan. Kesepuluh tembang itu adalah “Menghapus Jejakmu”, “Hari yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi”, “Di Balik Awan”, “Kota Mati”, “Melawan Dunia”, “Sally Sendiri”, “Lihat Langkahku”, “Bebas”, “Cobalah Mengerti”, dan “Dunia yang Terlupa”.

Yang paling kusuka dalam album ini adalah “Kota Mati”, disusul “Menghapus Jejakmu” dan “Cobalah Mengerti”.

“Menghapus Jejakmu” memiliki musik yang catchy. Sejak intro, melodi, dan refrain langsung nempel di benak. Lagu ini meski temanya sedih, bikin mood malah baik dan jadi bikin ingin menari dan berlari seperti Dian Sastro. Tembang ini cocok jadi tembang pembuka.

“Cobalah Mengerti” itu dinamis dan energik. Intronya bikin semangat. Liriknya sederhana tapi juga tidak kacangan. Bagian reff-nya bikin bergoyang. Cocok dibawakan di panggung untuk membuat penonton bersemangat. Versi kalemnya ala Momo Geisha juga enak.

Kota mati
Sedangkan “Kota Mati” berhasil membuatku mencerna setiap katanya dan merasai situasi dalam lirik lagu ini seperti tahun kemarin, ketika kota terasa begitu sunyi seperti kota mati pada awal-awal pandemi.

Aku memberikan apresiasi tinggi ke Lukman Hakim dan Nazriel Irham yang menulis tembang ini.

Liriknya indah dan bernas. Komposisi musiknya juga pas. Intronya apik, seolah-olah membawa pendengar ke sebuah kota yang sepi. Aku masih sering mendengar lagu ini sementara pikiranku berimajinasi tentang kota mati, apakah seperti kota di film animasi “Resident Evil”?

Warna seperti menghilang di kota ini
Hitam dan putih masa lalu
Telah membisu..
…Semua berakhir disini…

Tempatku mulai bermimpi
Masih menangis disini
Langkahmu yang telah pergi

Udara kini berubah
Di kota mati….
Seperti kisah masa lalu kini membisu

Coba dengar ku berbisik
Suara yg tak mengering
Hatiku mati disini
Terdiam dan tak mendengar… (kredit lirik: Lukman dan Ariel)

Sumber gambar: Soundcloud, Musica, dan Noah Official

Iklan

~ oleh dewipuspasari pada April 20, 2021.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: