“Madre”, Kisah Si Ibu dari Roti
Cerita-cerita dalam “Little House on The Prairie” banyak menampilkan masakan. Dalam sebuah segmen, tetangga baru Laura memuji biskuitnya yang enak dan renyah. Ada adonan tepung dan air yang rupanya digunakan keluarga Laura dan selalu dirawat. Itulah madre milik keluarga Laura yang memberikan warna bagi biskuit-biskuit renyah dan sedap buatan mereka. Dalam kisah “Madre” ini ada kisah berbeda.
Adalah Tansen Roy Wuisan, pemuda yang memiliki darah campuran dari orang tua dan kakek neneknya. Neneknya asli India tapi kakeknya orang Tasikmalaya. Ayahnya sendiri berdarah Manado. Alhasil perawakannya unik dan ia memiliki karakter untuk ingin selalu bebas, tak terikat sesuatu.
Namun tiba-tiba muncul sesuatu yang mengusiknya. Ia tiba-tiba mendapatkan warisan dari orang yang tak dikenalnya, Tan Sin Gie. Anehnya lagi warisan itu berupa adonan untuk membuat roti yang telah berusia tujuhpuluhan tahun, yang disebut madre.
Ketika ia berniat memberikan madre tersebut ke perawatnya selama ini yang juga karyawan Tan de Bakker, Pak Hadi, ia nampak sangat kecewa dan keberatan. Madre tersebut harus berada di tangan penerusnya.
Tansen lalu terkejut ketika seorang pembaca blognya tertarik dengan ceritanya tentang Madre. Bahkan ia sungguh-sungguh datang untuk mencicipi rotinya. Ia bersedia membeli madre dengan harga tinggi.
Tansen yang selama ini bekerja serabutan menjadi bimbang dengan harga penawarannya. Ketika melihat mantan pegawai Tan de Bakker berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal ke madre, hati kecilnya lagi-lagi terusik.
Sebuah Cerita Manis
Membaca novelet “Madre” karya Dewi Lestari ini membuatku jadi ingin menyantap roti. Untungnya masih ada roti Tan Ek Tjoan, yang juga roti jadul.
Dulu orang-orang tak menggunakan ragi instan. Mereka membuat biangnya sendiri. Ada yang membuatnya dari tapai, ada pula yang berekesperimen dan membuat kultur sendiri. Hasilnya akan memberikan aroma, rasa, dan tekstur yang berbeda. Bagaimana ia mengembang, memberikan pori-pori, dan menyuplai aromanya.
Alur cerita dalam novelet ini menarik, meski terkesan perubahannya berjalan terlalu cepat, seperti perubahan karakter Tansen yang terasa drastis hingga perubahan menyeluruh berkaitan dengan madre tersebut.
Lantas ada hal yang terasa mengganjal, yakni bagian ketika mereka membuat duabelas jenis roti. Bukan rasa, tapi jenis. Dari roti pita, semolina, baquette, roti rye, hingga roti jagung. Pastinya tidak mudah membuatnya setelah lima tahun tak membuatnya. Kenapa harus 12 jenis ketika baru awal mencoba membuat lagi roti dari madre, mengumpulkan bahan-bahannya juga pasti tak mudah.
Di luar hal yang mengganjal dan perubahannya yang begitu cepat, novelet 50-an halaman ini menyenangkan untuk dibaca. Ringan dan membuatmu ingin menyantap roti yang baru dipanggang dengan kopi atau teh hitam panas. Wow!