Siaran TV Digital, Diversifikasi Konten, dan Peluang Industri Penyiaran-Kreatif
Apabila aku pulang kampung ke Malang, aku paling suka menyaksikan siaran televisi lokal. Lumayan banyak. Di antaranya ada Batu TV, Malang TV, juga JTV. Nah yang terakhir ini menarik karena ada film-film serial lawas yang disulih suara dengan bahasa Suroboyoan. Hahaha lucu sekali, mendengar Michael dalam serial “Knight Rider” berbicara bahasa Jawa. Hanya sayangnya rumah di Malang cukup berangin. Antenanya bergoyang-goyang. Kalau lagi hoki gambar tevenya bagus, eh kadang-kadang banyak semutnya dan beberapa kali hilang sinyal.
Ya, aku suka melihat tayangan teve lokal. Apabila berkunjung ke suatu daerah maka aku memeriksa daftar saluran televisi di hotel. Namun tak semua daerah memiliki stasiun teve lokal. Biasanya ada yang terganjal di izin, namun ada juga kendalanya di sumber daya manusia dan konten yang mereka miliki.
Mengapa aku suka menyaksikan tayangan teve lokal? Karena harus kuakui aku kadang-kadang jenuh dengan isi dari konten teve nasional. Selain TVRI, rata-rata siaran TV nasional isinya terlalu didominasi oleh Jakarta. Memang Jakarta adalah ibu kota negara, namun tidak semua pemberitaan dan konten dikuasai tentang Jakarta, bukan?!
Ketika aku pulang kampung ke Malang, jika kutilik berita di stasiun TV siaran nasional, isinya kebanyakan suasana mudik di Jakarta. Atau jika aku pulang di luar waktu lebaran, isinya kondisi macet atau situasi banjir di Jakarta. Sinetronnya juga didominasi dengan latar tempat di Jakarta. Talk show juga kebanyakan tentang selebriti dan gaya hidup di Jakarta. Seolah-olah Jakarta adalah pusat perhatian. Padahal Indonesia bukan hanya Jakarta, berita dan konten daerah juga perlu.
Selain itu dari belasan stasiun TV nasional, semuanya juga berpusat di Jakarta. Rupanya selain memerlukan modal besar, frekuensi untuk siaran televisi nasional juga terbatas apabila tetap bertahan dengan sistem analog. Itulah yang menyebabkan stasiun teve nasional jumlahnya ya itu-itu saja. Namun masalah frekuensi dan kendala sinyal ini bisa teratasi dengan migrasi dari sistem siaran televisi analog ke sistem siaran televisi digital.
Apa Sih Sistem Siaran Televisi Digital?
Mengutip dari website Siaran Digital Komindo, siaran televisi digital merupakan sistem siaran yang menggunakan teknologi modulasi sinyal digital dan sistem kompresi sehingga menghasilkan gambar yang lebih bersih setara kualitas standard definition (SD) dan high definition (HD), suara yang lebih jernih, serta lebih stabil dan tahan gangguan.
Jadinya dengan sistem siaran televisi digital ini masyarakat tak perlu cemas jika antena bergeser atau lagi banyak angin. Semut-semut di teve juga menyingkir dan suara pun tidak berisik.
Oh iya siaran televisi digital berbeda dengan platform streaming dan TV berbayar, sehingga masyarakat tak perlu beli pulsa atau berlangganan. Hanya bagi tevenya yang masih analog maka perlu tambahan kotak decoder atau set top box.

Maskot Siaran Televisi Digital (sumber: tvdigitalindonesia.id)
Peluang Siaran Televisi Digital Bagi Industri Penyiaran dan Industri Kreatif
Migrasi siaran televisi analog ke siaran televisi digital ini dilakukan bertahap. Payung hukumnya sudah ada yaitu Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pasal 72 tentang norma dalam regulasi penyiaran, yakni penyelenggaraan penyiaran disesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Sebenarnya kebutuhan siaran televisi digital sudah diserukan oleh kalangan industri penyiaran sejak lama, namun baru bisa terlaksana sekarang setelah ada payung hukumnya. Hal ini dikarenakan teknologi siaran digital ini selain memberikan manfaat kepada penonton, juga memberikan peluang besar bagi pelaku industri penyiaran dan industri kreatif.
Keuntungan pertama dari siaran televisi digital yaitu frekuensi. Apabila selama ini dengan sistem analog, satu stasiun memerlukan pita frekuensi selebar 8 Mhz, maka dengan sistem modulasi digital pita selebar itu dapat digunakan hingga lima stasiun TV berkualitas HD atau belasan stasiun TV dengan kualitas SD. Dengan demikian jika saat ini frekuensi dikuasai belasan stasiun TV maka dengan sistem modulasi digital jumlahnya bisa mencapai 60-70 stasiun TV berkualitas HD atau lebih dari 100 stasiun TV berkualitas SD.

Konten akan makin beragam dengan semakin banyak stasiun TV (sumber gambar: AntaraNews)
Dengan demikian sistem modulasi digital akan memberikan peluang bagi stasiun-stasiun TV baru untuk mengudara. Industri kreatif akan makin memiliki ruang untuk berkreasi. Industri penyiaran dan industri kreatif dari daerah juga berpeluang untuk ambil bagian. Dengan demikian akan terjadi diversifikasi konten dan masyarakat dapat memperoleh informasi yang luas. Sinetronnya tidak hanya itu-itu saja, beritanya bukan hanya didominasi Jakarta melulu. Peran pelaku industri kreatif dari daerah nantinya akan semakin diperlukan.
Adanya televisi digital akan memberikan keuntungan bagi insan industri penyiaran dan industri kreatif. Namun perlu diingat, industri penyiaran dan industri kreatif juga harus siap dengan sumber daya manusia dan konten-konten yang berkualitas sehingga kualitas konten yang dihasilkan oleh industri penyiaran juga meningkat. Kualitas konten selain menghibur juga diharapkan memiliki nilai-nilai edukatif karena siaran TV ditonton oleh banyak kalangan dan bisa memberikan pengaruh ke para penonton.
Migrasi sistem siaran TV analog ke TV digital diharapkan selesai pada November 2022. Masih ada waktu satu tahun lebih bagi para pelaku industri penyiaran dan industri kreatif untuk bersiap-siap. Atau bagi yang sudah siap, bisa langsung terjun sekarang di industri penyiaran tanah air.
Gambar cover dari CNN Indonesia