Membaca Berita dan Artikel di Internet yang Tak Lagi Nyaman dan Menyenangkan
Banyak orang bijak yang mengatakan banyak-banyaklah membaca agar semakin banyak ilmu dan wawasan yang didapat. Dengan adanya internet dan gawai berakses internet, maka informasi mudah didapatkan. Namun sayangnya entah sejak kapan mulainya, membaca berita dan artikel tak lagi nyaman dan menyenangkan.
Sebuah artikel dan berita yang panjang juga padat umumnya banyak dicari oleh mereka yang ingin mendapatkan informasi yang lengkap. Media mainstream di internet pun menjadi favorit karena bisa mendapatkan berita yang komplet dan murah. Tak perlu lagi langganan koran dan majalah, cukup membacanya di layar gawai.
Namun era membaca berita dan artikel yang nyaman dan menyenangkan via internet sudah lama berlalu. Kini membaca artikel panjang malah seakan-akan jadi siksaan.
Apalagi kalau bukan iklan yang semakin banyak dan berhamburan di tiap laman sebuah web. Tidak hanya satu, bisa lebih dari dua dengan posisi yang menutupi berita yang ingin kita baca.
Masih mending bila membacanya via laptop, iklannya relatif masih bisa segera ditutup. Tapi jika membaca lewat smartphone dengan layar mungil, maka akan terasa lebih berat siksaannya. Klik tanda silang kadang-kadang nggak manjur. Gambar iklan masih keras kepala, seolah-olah tak mau ditutup.
Siksaan makin kuadrat bila juga ada video yang tiba-tiba nongol dan langsung tayang. Astaga inginnya membaca dengan tenang, jadinya malah bikin melonjak.
Aku pernah beberapa kali terlonjak. Saat itu lagi menunggu rapat dimulai di tempat klien sambil membaca berita. Eh tak disangka volume media masih menyala. Tiba-tiba muncul video dengan suara memekakkan. Dihentikannya susah lagi, bikin malu saja.
Siksaan pangkat tiga adalah pagination. Entah siapa yang membuat artikel menjadi beberapa halaman ini jadi sebuah tren. Tren yang sangat buruk dan membuat pembaca tersiksa. Alasannya agar page view meningkat, tapi dengan cara yang bikin tak nyaman.
Sayangnya hal yang kurang baik ini juga ditiru Kompasiana. Jika tak dapat langganan premium dari hadiah lomba, maka harus terpaksa menelan siksaan ini. Harus lihat iklan ‘wajah bayi’ atau isi perut yang bikin mual. Entah kenapa iklan ini suka muncul di mana-mana.
Aku sendiri sebenarnya juga jadi bagian sistem yang menyiksa. Bila artikelku panjang di Kompasiana, maka aku juga jadi bagian dari sistem yang menyiksa pembaca ini.
Aku juga punya dua blog yang ku-monetize. Memang kalau kuperhatikan, jadi menyiksa pembaca, meski iklannya tak banyak. Mungkin suatu ketika akan kuhentikan. Ya, aku rupanya juga masuk bagian sistem yang menyiksa. Semoga untuk blog ini aku tetap konsisten tak ku-monetize.
Sebenarnya ada cara mendapatkan informasi lebih nyaman, yakni membacanya via media sosial seperti Twitter. Biasanya sudah ada utas yang membahas sebuah informasi, atau juga bisa mengklik beritanya di situ, umumnya lebih minim iklannya daripada membuka langsung di laman beritanya.
Aku tak akan heran apabila suatu ketika orang-orang akan lebih memilih membaca di media sosial. Atau, andaikata suatu ketika generasi yang lebih tua kembali menonton berita di teve dan media cetak. Ya hal ini juga dikarenakan membaca di web tak senyaman dan tak semenyenangkan dulu.
Aku jadi kangen masa-masa internet menjadi surga bacaan dan informasi. Kini harus siap sedia volume dimatikan bila hendak baca berita, biar tak kaget bila video iklan tiba-tiba nongol. Juga harus senam jari agar iklan-iklan bisa segera ditutup.
Gambar: pixabay
Iya ada yang bilang berita sekarang jadi budak google…
Hehehe biar terindeks di laman paling depan ya
Search engine jg gak seasik dulu… kalau dulu cari produk yg muncul review, skrg ol shop.. emg masalah cuan akan menang
Iya bener juga, semuanya jadi komersil ya