7 Film Tentang Perempuan Tayang di Netflix yang Harus Ditonton

7 film tentang perempuan
Setiap tanggal 21 April bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini. Sosok Kartini tak hanya menjadi peletak dasar emansipasi perempuan, namun ia juga seorang tokoh pembaharu dan pendorong ekonomi kreatif di daerahnya.

Saat ini ada banyak sosok yang mewarisi semangat Kartini. Kisah-kisah perempuan tangguh baik sosok nyata maupun fiktif tersebut terbingkai dalam layar sinema. Berikut tujuh film tentang perempuan tangguh yang bisa kalian simak di Netflix.

1. “Kartini” (2017)
Film “Kartini” (2017) yang dibesut oleh Hanung Bramantyo ini memiliki cerita yang lebih kompleks tentang sosok Kartini. Berangkat dari riset dan berbagai buku, Kartini yang diperankan oleh Dian Sastro ini digambarkan sebagai sosok gadis yang haus akan ilmu dan wawasan, serta peduli dengan lingkungan sekitarnya.

Panggil aku Kartini, tanpa gelar bangsawan dan sapaan mbakyu, membuat Kartini dikenal sebagai sosok yang egaliter. Ia tak ingin membuat jarak antara dirinya dengan orang-orang di sekelilingnya.

Kartini berjala bersama kakaknya (sumber gambar: Netflix)

Kartini berjalan bersama kakaknya (sumber gambar: Netflix)

Film ini menampilkan banyak hal yang jarang diketahui awam. Kartini yang peduli dengan nasib pengrajin ukir-ukiran khas Jepara, misalnya. Juga Kartini yang peduli dengan upaya penerjemahan Al-Qur’an.

Dian Sastro memerankan sosok Kartini dengan apik, meski mungkin agak ketuaan, karena usia Kartini sebenarnya berkisar antara remaja hingga 24 tahun ketika ia dipingit hingga ia menikah.

Pemeran lainnya juga tak kalah jempolan. Ada Adinia Wirasti, Djenar Maesa Ayu, Deddy Sutomo, Christine Hakim, Ayushita, dan Acha Septriasa.

2. “Sokola Rimba” (2013)
Seperti Kartini, Butet Manurung, juga bercita-cita memeratakan pendidikan. Ia ingin anak-anak di pedalaman yang selama ini kesulitan mengakses pendidikan, juga bisa membaca, menulis, dan berhitung. Untuk itu ia kukuh untuk terus mengajar calistung ke anak-anak suku anak dalam yang ada Jambi atau Orang Rimba.

Dalam mengajar, ia menemukan sejumlah kendala. Ia tidak mendapat ijin dari tempat ia bekerja untuk mengajar di hilir sungai Makekal. Orang tua di sana juga menganggap belajar itu bisa mendatangkan malapetaka. Butet pun mencari cara ketika melihat kesungguhan Bungo, anak kepala suku Hilir, yang ingin mencegah desanya terus dieksploitasi pihak luar karena tak bisa membaca surat perjanjian.

Prisia prima memerankan Butet (sumber gambar: Netflix)

Prisia prima memerankan Butet (sumber gambar: Netflix)

Sosok Butet adalah nyata adanya. Ia bernama asli Saur Marlina Manurung. Cerita tentang perjuangannya mengajar ini ia tuliskan di buku berjudul “Sokola Rimba” yang oleh Riri Reza dan Mira Lesmana kemudian diangkat ke layar lebar pada tahun 2013.

Butet diperankan gemilang oleh Prisia Nasution. Pemeran lainnya ada Rukman Rosadi dan anak-anak Orang Rimba, salah satunya Nyungsang Bungo.

Film “Sokola Rimba” ini meraih predikat film terbaik Piala Maya 2013, pemeran utama wanita terfavorit di Indonesian Movie Awards 2014, dan nominasi pemeran anak terbaik di Indonesian Movie Awards 2014.

3. “Athirah” (2016)
Perempuan dan poligami hingga seķarang masih ramai dibahas. Poligami pada masa kini lebih banyak membuat derita kaum perempuan dan anak-anaknya. Hal ini juga dikisahkan dalam “Athirah”.

Athirah adalah ibunda Jusuf Kalla alias Ucu. Ia adalah perempuan yang energik dan pandai berdagang. Kehidupannya nampak baik-baik saja hingga suatu kali ia mendengar suaminya menikah lagi tanpa ijinnya.

Athirah membangunkan Ucu (sumber gambar: Netflix)

Athirah membangunkan Ucu (sumber gambar: Netflix)


Ia tetap berupaya menjadi ibu dan istri yang baik bagi anak-anak dan suaminya. Deritanya ia coba simpan rapat-rapat. Ia fokuskan energinya untuk berdagang dan mengurus anak-anaknya. Ia kemudian juga ingin membuka sekolah bagi para perempuan.

Film ini mengangkat sosok nyata ibunda mantan Wapres Jusuf Kalla. Ia digambarkan apa adanya, perempuan kuat namun juga rapuh ketika mendengar pasangannya memiliki madu.

Athirah diperankan secara ekselen oleh Cut Mini. Gambar-gambar yang dipotret Riri Reza dalam film ini indah dan terasa puitis. Film ini berhasil raih enam piala Citra, tiga di antaranya adalah sutradara, pemeran utama wanita, dan film terbaik. Film ini juga tayang di berbagai festival mancanegara bergengsi.


4. “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” (2017)
Marlina merasa hidupnya sungguh malang. Ia belum punya cukup uang untuk upacara pemakaman suaminya. Kemudian datang serombongan orang yang bukannya membantunya, malahan merampok ternaknya, memaksanya memasak sup ayam, dan berniat memperkosanya.

Marlìna tak diam begitu saja. Ia pun meracuni sup ayam buatannya. Namun rupanya masih ada beberapa perampok yang hidup. Salah satunya pimpinan perampok yang kemudian memperkosanya. Marlina melawan.

Marlina si gadis rapuh sekaligus tangguh (sumber gambar: Netflix)

Marlina si gadis rapuh sekaligus tangguh (sumber gambar: Netflix)

Film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” adalah potret perempuan yang sekilas nampak rapuh, tapi rupanya tangguh. Ia tahu hukum akan sulit berpihak padanya, namun bukan berarti ia harus menerima perlakuan tidak semena-mena tersebut.
Marlina diperankan Marsha Timothy dengan menawan. Ia mampu menunjukkàn sisi kerapuhan, juga sisi ketabahan dan keberanian perempuan Sumba.

Bentang alam Sumba yang eksotik tersaji dengan baik. Musik daerah dengan alunan nyànyian terasa indah menyayat. Film yang dibesut oleh Mouly Surya ini berhasil meraup 10 piala Citra pada FFI 2018.

5. “Penyalin Cahaya” (2021)
Adalah Suryani (Shenina Cinnamon), màhasiswa peraih beasiswa yang terancam beasiswanya dicabut kaŕena foto-fotonya yang tengah mabuk di pesta tersebar di medìa sosial. Ketika ia selidiki, ia yakin dirinya sedang menjadi korban pelecehan seksual.

Suryani tak tinggal diam. Ia pun berupaya mengumpulkan bukti dengan meretas data elektronik ponsel orang-orang yang datang di pesta. Namun kenyataan yang ditemuinya jauh ĺebih mengerikan.

Film yang disutradarai Wregas Bhanuteja ini menceritakan tentang kekerasan seksual dengan korban yang malah menjadi pihak tersebut. Film ini seolah-olah menyindir kasus-kasus kekerasan seksual di dunia nyata di mana korban malah menjadi seolah-olah pihak yang salah. 

Suryani mencoba menemukan pelaku yang melakukan kekerasan seksual padanya (sumber gambar: Netflix)

Suryani mencoba menemukan pelaku yang melakukan kekerasan seksual padanya (sumber gambar: Netflix)

Kehadiran film ini pas karena Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada bulan November 2021 mengesahkan aturan anti kekerasan seksual di perguruan tinggi. Pada bulan April 2022 UU TPKS juga sudah disahkan, sehingga ke depan jika ada kejadian kekerasan, pelakunya bisa dijerat dengan hukuman berat. Film ini raih 12 piala Citra pada FFI 2021.


6. “Perempuan Berkalung Sorban” (2009)
Film “Perempuan Berkalung Sorban” diangkat dari novel berjudul sama karya novelis asal Jombang bernama Abidah El Khalieqy. Latar ceritanya adalah sebuah pesantren di Jawa Timur yang konservatif, membatasi ruang gerak perempuan.

Sosok Annisa (Revalina S. Temat) dari kecil hingga dewasa merasai perlakuan kurang adil sebagai perempuan dan anak kyai di lingkungan pesantren yang konservatif. Ia dilarang berkuda, maju sebagai ketua kelas, hingga melanjutkan pendidikan. Ia harus menerima perjodohan dengan pria yang kasar, Samsudin (Reza Rahadian), yang merupakan anak pemilik pesantren yang besar.

Annisa ingin mendapatkan kesempatan belajar yang sama dengan saudara laki-lakinya (sumber gambar: Netflix)

Annisa ingin mendapatkan kesempatan belajar yang sama dengan saudara laki-lakinya (sumber gambar: Netflix)

Hidup Annisa seperti terbelenggu. Hanya pamannya, Khudori (Oka Antara) yang memahami dirinya. Kedekatan mereka pun membuat Annisa difitnah.

Annisa adalah sosok pembaharu di dunia pesantren. Ia berharap perempuan juga sama-sama berkesempatan mendapatkan pendidikan seperti halnya santri pria. Film ini mengundang kontroversi dan aksi protes, namun yang kontra lupa bahwa yang dialami Annisa juga masih terjadi di lingkungan pesantren yang konservatif.

Pesan inti film ini juga kuat yakni di antaranya pemberdayaan kaum perempuan dan stop KDRT. Kualitas cerita dan performa jajaran pemainnya juga dipuji. Film ini raih tujuh nominasi piala Citra 2009 dan berhasil raih satu piala Citra untuk pembantu pria terbaik yang diraih Reza Rahadian.

7. “Aruna dan Lidahnya” (2018)
Aruna adalah perempuan yang cerdas dan aktif. Ia ahli di bidang wabah. Ia agak naif dan punya hobi yang menarik yakni bertualang dengan lidah mencicipi aneka masakan nusantara. Bersama Bono (Nicholas Saputra), sahabatnya, keduanya kompak bertualang rasa.


Suatu ketika Aruna mendapat tugas meneliti wabah flu burung yang merebak di Jawa Timur. Tak dinyana teman-temannya ikut serta, termasuk Bono, Nad (Hannah Al Rashid), dan pria yang pernah dekat dengannya, Farish (Oka Antara).

Dalam film ini ada dua sosok perempuan yang sama-sama cerdas, namun berbeda perangai. Aruna adalah gambaran perempuan yang idealis dan agak naif. Ia tegas dan tangkas dalam bidang yang dikuasainya namun tak pandai menjalin hubungan dengan pria. Sedangkan Nad adalah perempuan yang percaya diri dan penuh vitalitas, namun sulit lepas dari hubungan dengan pria beristri. Ada satu lagi sosok perempuan yang juga penuh percaya diri dan berbakat memimpin, Priya (Ayu Azhari), namun punya kecenderungan memanfaatkan pria yang dekat dengannya.

Dari karakter perempuan di sini bisa terlihat bahwa meski perempuan-perempuan tersebut modern dan pintar, namun juga tetap ingin punya hubungan romantis yang membuatnya bahagia. Di sini perempuan juga bisa jadi apa saja, ahli wabah, pemimpin, atau penulis.

Film ini menarik berkat jajaran pemainnya yang kompak dan semuanya berbakat. Juga, atraksi sajian kulinernya yang menggugah selera. Kalian akan dimanjakan dengan pemandangan makanan Jawa Timuran dan Kalimantan yang bisa membuat kalian lapar seketika.

“Aruna dan Lidahnya” berhasil meraih dua dari sembilan nominasi FFI 2018. Penghargaan tersebut untuk kategori pemeran pendukung pria (Nicholas Saputra) dan penulis skenario adaptasi (Titien Wattinema).

Gambar 8: Aruna adalah perempuan modern yang agak naif (sumber gambar: Netflix)

Aruna adalah perempuan modern yang agak naif (sumber gambar: Netflix)

Itulah tujuh film dengan isu perempuan yang cocok disaksikan pada Hari Kartìni ini. Film-film tersebut semuanya bisa ditonton di Netflix.

Aku sudah menonton film tersebut semuanya. Oleh karenanya film-film tersebut aku rekomendasikan karena sarat akan pesan moral dan isu yang penting akan perempuan.

Selama ini nonton Netflix lebih asyik bila disaksikan berdua atau bersama keluarga, baik di laptop maupun di teve. Apalagi jika menggunakan IndiHome yang merupakan bagian Telkom Group, karena aksesnya stabil, cepat, dan lancar. indiHome sendiri saat ini sudah berkolaborasi dengan Netflix.

ÌndiHome menawarkan WIFI cepat, internet keluarga, dan nonton puas tanpa batas. Dengan IndiHome, internet menyatukan keluarga. Oh iya saat ini sudah ada paket bundling IndiHome Netflix. Paket ini bisa dinikmati baik oleh para pelanggan baru, maupun para pelanggan eksisting dengan tentunya melakukan aktivasi terlebih dahulu.

Omong-omong dari ketujuh film tersebut mana ýang sudah kalian tonton dan jadi favorit kalìan?

~ oleh dewipuspasari pada April 21, 2022.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: