Pentingnya Pengendalian BBM Bersubsidi di Wilayah DKI Jakarta
Pada 3 September 2022 Pemerintah memberikan pengumuman kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dari solar, pertalite, hingga pertamax. Kenaikan BBM tersebut disambut pro dan kontra oleh masyarakat. Pemerintah berdalih akan ada pembenahan untuk alokasi subsidi BBM sehingga tepat sasaran. Lantas bagaimana pengendalian BBM bersubsidi di wilayah DKI Jakarta? Topik ini dibahas dalam Talkshow Ruang Publik KBR yang diadakan Kantor Berita Radio (KBR) -Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada 8 November 2022.
Kenaikan BBM tentunya menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Apalagi kenaikan BBM umumnya diikuti kenaikan bahan pangan dan sektor lainnya.
Meski ada kenaikan BBM, namun BBM bersubsidi tetap ada, hanya penyalurannya lebih diawasi agar diterima oleh kelompok masyarakat yang tepat. Menurut kajian World Bank, subsidi BBM saat ini kurang tepat sasaran. Sebesar 70% subsidi malah dinikmati kalangan menengah ke atas. Hal ini juga selaras dengan pernyataan Menteri Keuangan yang menyebutkan BBM bersubsidi lebih banyak dikonsumsi kalangan mampu.
Dalam talkshow ruang publik virtual yang dipandu Rizal Wijaya, narasumbernya adalah Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Direktur Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Maompang Harahap, dan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo.
Mengapa yang dibahas di talkshow kali ini lebih menyoroti pengendalian BBM bersubsidi di Jakarta? Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, hal ini dikarenakan penggunaan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat di wilayah Jakarta masih dominan. Sehingga serapan BBM di Jakarta sangat besar. Selain itu Jakarta disebut kota dengan tingkat polusi yang tinggi karena penggunaan BBM yang belum ramah lingkungan.
Oleh karena itu ia menyarankan agar Jakarta selain berfokus ke pembenahan kualitas transportasi publik juga melakukan upaya agar BBM yang dikonsumsi adalah yang lebih ramah lingkungan agar tingkat polusi menurun.
Saat ini kegiatan pengendalian subsidi berfokus di Jakarta karena saat ini Jakarta adalah barometer Indonesia. Harapannya jika di Jakarta sudah tertangani dengan baik soal penyaluran BBM subsidi dan pengendalian tingkat polusi, maka akan diikuti kota-kota lain. Pengendalian bahan bakar juga tak bisa dipisahkan dengan pengendalian kendaraan pribadi dan pembenahan transportasi publik.
Sedangkan menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Maompang Harahap, peruntukan BBM bersubsidi sudah ada landasan regulasinya, seperti Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Ia berharap masyarakat memahami dan menjalankan isi regulasi tersebut dan tidak mengonsumsi bahan bakar yang bukan haknya.
Sementara itu Direktur Pencemaran Udara KLHK Luckmi Purwandari memaparkan hasil pantauannya selama 65 hari setelah ada kenaikan harga BBM. Berdasarkan catatan indeks standar pencemar udara KLHK, tren angka polusi menurun meski belum diketahui tingkat persentasenya. Namun jelas terlihat tren kualitas udara membaik yang terpantau oleh enam stasiun pemantau kualitas udara.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan dari sisi peningkatan kualitas transportasi publik di Jakarta yang semakin membaik. Pada tahun 2016-2017 peningkatan kualitas dan integrasi transportasi publik di Jakarta dilakukan secara masif. Hal ini diharapkan agar masyarakat beralih ke transportasi publik, meski memang ada hambatan saat pandemi karena adanya pembatasan jumlah penumpang.
Diskusi ditutup dengan berbagai imbauan dan saran. Di antaranya adalah agar masyarakat menggunakan transportasi publik dan/atau menggunakan bahan bakar ramah lingkungan, adanya pajak emisi dan parkir progresif untuk kendaraan yang belum lulus uji emisi, dan tentunya tidak menggunakan BBM subsidi bagi kalangan menengah ke atas.
Sedangkan bagi pemerintah juga penting untuk terus meningkatkan kualitas transportasi umum yang memenuhi standar pelayanan minimal. Dengan layanan transportasi umum yang nyaman, ada kepastian waktu, dan relatif terjangkau maka masyarakat lambat laun akan beralih ke transportasi umum, dengan demikian konsumsi BBM bisa ditekan dan tingkat polusi juga menurun.