Desa Sanankerto, Desa Sejahtera Astra dengan Ekowisata Boon Pring yang Memikat
Saat itu cuaca cerah menyapa kota Malang. Aku yang sedang menikmati obrolan bersama ayah dan ibu, kemudian diajak para keponakan untuk jalan-jalan. Senyampang aku pulang kampung, mereka ingin berwisata sekaligus menunjukkan obyek wisata di Kabupaten Malang yang lagi hits. Boon Pring, namanya. Lokasi ekowisata ini di Desa Sanankerto, Turen.
Kendaraan pun melaju menuju arah Kabupaten. Ternyata lokasinya tidak begitu jauh. Sekitar 30 kilometer dari Alun-alun Besar Kota Malang atau berkisar 1 jam 15 menit.
Boon Pring ini juga mudah dicari. Lokasinya hanya sekian kilometer dari Masjid Tiban, masjid populer yang juga berlokasi di desa Sanankerto.
Tiket masuknya murah meriah. Tarifnya Rp 10 ribu untuk pengunjung dewasa, dan Rp 5 ribu untuk pengunjung anak-anak. Setelah tiket masuk di tangan, para keponakan pun berlarian, mencobai berbagai wahana wisata.

Keponakan yang paling kecil memilih bermain di istana balon

Perahu bebek atau fasilitas sepeda air ini juga banyak peminatnya
Tempat wisata ini rupanya menawarkan beragam wahana wisata. Ada wisata perahu bebek mengelilingi telaga alias embung, bermain di istana balon, berkeling telaga dengan bola terapung, menyewa motor trail di area tertentu, mencobai gethek, berenang di wahana kolam renang, dan mencobai fasilitas outbound. Pengunjung bisa memilih ingin mencobai wahana sesuai keinginannya. Beberapa wahana mengenakan tarif masuk lagi, seperti perahu bebek alias sepeda air dan bola terapung. Fasilitas lainnya juga komplet, ada toilet, mushola, gazebo, dan juga tempat makan dengan harga makanan minuman yang relatif terjangkau.
Tiga keponakan asyik berlarian. Mereka mencobai berbagai wahana permainan. Tapi sayangnya ketika hendak berenang, hujan turun. Begitu derasnya. Akhirnya kami berteduh sekaligus mengisi perut di warung bakso. Seporsinya tak mahal, rasanya juga lumayan enak. Setelah hujan mulai reda, akhirnya keponakan memilih wahana sepeda air.

Ada banyak pedagang makanan yang warungnya ditata rapi. Harga makanannya masih relatif terjangkau
Kami pun kemudian pulang dengan keponakan yang riang. Mereka senang bisa berwisata kedua kalinya di Boon Pring. Saat pulang kami melewati masjid terkenal, Masjid Tiban.
Obyek Wisata Ini Dulunya Hutan Bambu yang Kemudian Dikelola BUMDes Sanankerto
Aku terlambat mengenal ekowisata Boon Pring. Rupanya ekowisata ini mulai dibangun tahun 2017 oleh BUMDes Sanankerto dan mulai dikunjungi banyak wisatawan tahun 2019. Disebut ekowisata karena obyek wisata Boon Pring ini sebagian besar berasal dari alam. Istilah ekowisata sendiri juga merujuk pada pariwisata yang berwawasan lingkungan, ada unsur konservasi alam, juga ada unsur meningkatkan dan memberdayakan sosial ekonomi warga sekitar.

Dulunya Boon Pring bernama Taman Wisata Andeman
Kawasan Boon Pring dulunya adalah hutan bambu dan embung dari enam mata air, Sumber Maron, Sumber Krecek, Sumber Seger, Sumber Towo, Sumber Gatel, dan Sumber Adem. Embung ini dbuat dan dirawat oleh warga sekitar untuk penampung air hujan, persediaan air, dan untuk pengairan.
Obyek wisata seluas 36,8 hektar ini dulunya bernama Taman Wisata Andeman. Orang-orang juga menyebutnya Hutan Bambu Andeman dan Danau Andeman. Namanya kemudian berubah menjadi Boon Pring, yang diambil dari dua kata, Boon yang bermakna anugerah, atau juga disebut bun kependekan dari kebun; dan pring alias bambu. Jadi Boon Pring bisa dimaknai anugerah dari bambu dan kebun bambu.
Memang ketika aku berkunjung ke Boon Pring, rasanya begitu teduh dan nyaman. Wisata ini memikat dan unik berkat banyaknya pohon bambu yang ditata rapi. Pohon bambu di sini disebut memiliki 115 jenis bambu, sehingga kawasan ini juga memiliki sebutan kebun botani. Ada bagian di Boon Pring yang dikhususkan untuk kebun botani atau arboterum sejak tahun 2015.

Disebut Boon Pring karena di sini dulunya adalah hutan bambu
Keberadaan bambu ini juga memikat para fotografer untuk mencari momen ray of light, yakni saat matahari menembus bambu-bambu dan menghasilkan foto-foto dengan berkas sinar yang dramatis.
Wisata Mendongkrak Perekonomian Desa Sanankerto
Warga desa Sanankerto dulu berprofesi sebagai petani dan peternak. Mereka memanfaatkan mata air di kawasan Andeman untuk irigasi dan mencari rumput untuk pakan ternak. Setelah itu dengan adanya kekompakan warga desa, embung pun juga dimanfaatkan untuk perikanan dan pariwisata. Setelah menjadi kawasan ekowisata, sumber pendapatan desa pun meningkat, demikian juga dengan kemandirian desa dan kesejahteraan warga sekitar.
Dilansir dari laman Kanaldesa, omzet dari Boon Pring mencapai Rp 2,8 Miliar pada tahun 2018 dan Rp 5,1 Miliar pada tahun 2019. Namun sempat menurun menjadi Rp 2,7 Miliar saat pandemi. Dari omzet tersebut setelah dikurangi berbagai biaya, Boon Pring bisa menyumbang pendapatan asli desa sekitar Rp 320 juta pada tahun 2020. Ekowisata ini memberdayakan warga sekitar. Pekerja di Boon Pring adalah warga sekitar, demikian juga dengan pedagang yang berjualan di area wisata. Pendapatan asli desa ini kemudian dimanfaatkan untuk membangun makam, jambanisasi, bantuan prestasi anak sekolah, dan dana sosial untuk tiap RT.
Sejak itu Desa Sanankerto yang dulunya masuk daftar desa tertinggal kini tercatat sebagai desa maju dan desa mandiri. Ada sinergi dengan UMKM, ada unsur mampu membuka lapangan kerja bagi warga desa, juga ada unsur konservasi lingkungan. Ada kearifan lokal bernama waker atau penjaga hutan bambu juga tradisi brubuh, yaitu trdisi menebang kayu dengan menggunakan pranata mangsa (kalender pertanian Jawa) untuk upaya penyelamatan dan perlindungan ekosistem secara berkesinambungan. Juga ada kerja sama dengan Kelompok Tani Bambu Boon Pring dan BPDAS Brantas untuk menjaga hutan bambu.

Kebun Pring inilah sumber kehidupan Desa Sanankerto
Selain ekowisata Boon Pring, di desa ini juga ada Masjid Tiban yang populer lebih dulu. Masjid ini setiap harinya banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Mereka mengagumi interior dan eksterior masjid yang unik, di mana menggabungkan berbagai arsitektur, dari arsitektur khas Jawa, Arab,China, dan lainnya. Setiap lantai punya keunikan tersendiri. Di masjid ini juga terdapat akuarium, kolam renang mini, dan pusat oleh-oleh, sehingga wisata religi ini komplet.
Desa ini juga memiliki tradisi Grebeg Tumpeng. Dulunya tradisi ini bernama Slametan Ngurit atau yang bisa dimaknai upacara untuk mengucapkan rasa syukur petani kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen.
Berkat upaya warga desa dibantu BUMDes, Desa Sanankerto meraih banyak penghargaan. Desa ini meraih juara 1 lomba BUMDes Tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2018, penghargaan berupa Indonesia Sustainable Tourism Award 2019 dari Kementerian Pariwisata, masuk ke dalam 50 Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 dari Kementerian Pariwisata, dan meraih 5th ASEAN Rural Development and Poverty Eradiction (RDPE) Leadership Awards 2022.
Desa Sanankerto juga menjadi salah satu peraih Desa Sejahtera Astra. Oleh karena ada embung dan di desa tersebut subur, maka bisa dikembangkan dan ditingkatkan peternakan ikan air tawar dan budidaya maggot untuk mengurai sampah organik, dan membuat pupuk cair untuk tanaman.

Masjid Tiban juga berlokasi di Desa Sanankerto, Turen
Astra telah memberikan penghargaan Desa Sejahtera pada 930 desa. Desa Sejahtera Astra ini merupakan bagian dari Satu Indonesia Award. Dari angka tersebut, sudah ada 207 Desa Sejahtera Astra yang sukses memasarkan 87 jenis produk unggulannya. Salah satu tujuan Desa Sejahtera Astra adalah untuk membantu pemberdayaan warga dan pengentasan kemiskinan. Astra membantu desa dengan melakukan pendampingan, pelatihan, memberikan modal usaha, memberikan dukungan pemasaran, memberikan bantuan prasarana, dan lainnya dengan menggandeng berbagai pihak, seperti komunitas, lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat.
Memang banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi oleh Desa Sanankerto. Dari penelitian skripsi yang dilakukan Akhbar Priyanto (2018), pada tahun 2018 belum ada prinsip ekoefisiensi, belum meratanya pembangunan desa dari aspek sosial, dan juga masih ditemukan penebangan bambu secara liar. Namun bisa jadi pekerjaan rumah tersebut telah mulai dibenahi.
Kini Desa Sanankerto berupaya untuk terus berkreasi, seperti melatih warga untuk membuat kerajinan dari bambu dengan tetap memperhatikan sisi keberlanjutan, membuat oleh-oleh yang khas, dan juga mengelola sampah agar tempat wisata tetap bersih. Limbah bambu seperti akar dan ruas bisa dimanfaatkan untuk membuat topeng, tusuk sate, miniatur kapal pinisi, dan lainnya. Selain itu juga mulai dilakukan budidaya air tawar dan budidaya maggot untuk keperluan pertanian. Juga mulai dikembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro.

Ada pulau kecil di Ekowisata Boon Pring
Dengan teladan dari Desa Sanankerto, maka kekompakan warga dan kreativitas bisa mengubah banyak hal, termasuk mengubah dari desa yang dulunya masuk desa tertinggal menjadi desa maju dan mandiri. Meskipun pandemi pernah menghantam dunia pariwisata, namun Desa Sanankerto bisa cepat bangkit, karena mereka memiliki konsep wisata berkelanjutan berbasis lingkungan, niat untuk bangkit bersama-sama, dan juga kreativitas tanpa henti, misalnya dengan mengembangkan kerajinan dari limbah bambu dan ekspor pupuk cair dari budidaya maggot.
Sumber gambar: dokumen pribadi