Ada Jakarta di Adegan Pembuka The Last of Us Episode Kedua
Ehm kenapa orang Indonesia bangga banget ya negara atau daerahnya disebut dalam film? Ehm mungkin karena dibandingkan negara Jepang, Hongkong, ataupun Singapura, memang tak banyak yang menyebut Indonesia. Paling Bali saja yang lumayan disebut, tapi Indonesia dan Jakarta jarang. Ya tak apa-apalah jika merasa senang. Setidaknya nama negara kita makin dikenal.
Tapi kan Jakarta sebagai ibukota Indonesia disebut sebagai asal muasal wabah di serial The Last of Us. Ini jadi memperburuk citra Indonesia dong?!
Ehm gimana ya, jika kita perhatikan di film-film Hollywood, ada negara-negara yang disebut sarang narkoba, lalu sarang teroris, dan lainnya. Aku tak tahu apakah mereka protes dijadikan stigma seperti demikian.
Aku sendiri tak mengikuti game The Last of Us, jadi tak bisa berkomentar. Ambil saja positifnya deh. Nama Jakarta dan Indonesia jadi terangkat, lalu ada aktor dan aktris Indonesia yang kualitas aktingnya setidaknya terakui.
Keduanya adalah Yayu Unru dan Christine Hakim. Nama yang kedua sudah pernah jadi juri festival Cannes dan tayang di film Hollywood sehingga kualitasnya tak diragukan. Sedangkan Yayu Unru sepertinya ini kali pertama ia tampil di serial manca. Sebelumnya ia juga tampil di De Oost yang tayang di Prime Video dan Mola dan diproduksi rumah produksi Belanda bekerja dengan Indonesia, Belgia, dan Amrik.
Di awal episode ini Jakarta dengan kemacetan dan kesemrawutannya disorot. Dengan coloring warna yang kuning kusam, seperti bukan di Jakarta, tapi di kota seperti Meksiko juga kota-kota seperti Pakistan dan Bangladesh.
Kamera menyorot rumah makan. Di sana ada Prof. Dr. Ratna, ahli mycology yang dijemput paksa untuk memeriksa kondisi jenazah yang diduga mengalami gigitan manusia dan kemudian berperilaku agresif.
Ketika melihat jamur di mulut jenazah, ia pun mundur ketakutan. Ia mengusulkan sesuatu yang biasanya diusulkan oleh pihak militer pada umumnya di film-film.
Ia berkata kepada Agus Hidayat (Yayu Unru). Dialognya kurang lebih seperti ini. Dengarkan saya baik-baik. Tidak ada vaksin. Tidak ada obat. Bom. Mulailah mengebom. Bom satu kota dan manusia yang ada di dalamnya.
Adegan sepanjang delapan menitan ini pembuka yang menarik. Dialognya juga berbahasa Indonesia. Latar waktunya dua hari sebelum wabah besar terjadi.
Cerita kemudian berlanjut ke petualangan Joel (Pedro Pascal), Tess (Anna Torv), dan Ellie (Bella Ramsey). Kota di luar tembok masih dihuni zombie yang aktif menyerang jika mendengar suara. Dan suatu ketika mereka pun terkepung.
Rasanya agak sulit jika tak membandingkan serial ini dengan serial sejenis. Resident Evil, misalnya, yang juga diangkat dari game.
Anime Resident Evil menarik. Menggambarkan Raccoon City yang hancur karena wabah dan ancaman dari militer untuk mengebom kota. Namun wajahnya berasal dari bio weapon.
Sayangnya adaptasi Resident Evil kurang berhasil baik untuk layar lebar dan serialnya. RE versi Mila Jovovich akan bagus seandainya setia dengan cerita dalam game, tidak malah membuat karakter baru bernama Alice yang kemudian malah menjadi tokoh utama.
Leon yang menjadi tokoh utama dalam game dan animenya, juga sayangnya karakternya disia-siakan dalam versi tahun 2021. Meski desain setnya cukup bagus, namun banyak swap race di film tersebut. Andaikata mereka setia dengan versi game.
Nah, The Last of Us disebut setia dengan versi game. Bahkan ada beberapa adegan ikonik yang mirip dengan versi game-nya. Pemilihan aktor aktrisnya juga tak mengecewakan.
Bagian ketika Joel dkk masuk dalam museum yang gelap untuk terasa seperti sedang dalam game. Gelap dan ada musuh yang bisa bersiap-siap menyerang. Ini menegangkan.
Desain kota yang ditinggalkan dan juga desain sosok zombie juga apik. Seramnya dapat. Ancamannya juga jelas.
Ehm kalau melihat saran Dr. Ratna kira-kira kota Jakarta akan bernasib seperti apa ya dalam film? Tumben juga seorang ilmuwan memberikan saran mengerikan yang umumnya diberikan kalangan militer.
Jadi penasaran dengan episode berikutnya.
Gambar dari HBO