Apakah Warga Jakarta Bahagia?
“Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Slogan ini menurutku sederhana, namun pas bertalian. Oleh karena tingkat kesejahteraan warga di suatu daerah, tidak hanya diukur oleh masifnya pembangunan dan tingkat ekonomi, melainkan juga dari sisi sosial kemasyarakatan, yaitu indeks kebahagiaan. Apakah warga Jakarta sudah bahagia saat ini?
Kebahagiaan menurut KBBI adalah suatu keadaan atau perasaan sennang dan tentram hidup secara lahir dan batin; bebas dari segala yang menyusahkan; dan mujur.
Bahagia selintas seperti sesuatu yang abstrak. Namun rupanya kebahagiaan bisa diukur. Ada indeks kebahagiaan.
Dimensi yang diukur untuk menentukan indeks kebahagiaan ini menurut BPS ada tiga, yaitu dimensi kepuasan, dimensi makna hidup, dan dimensi perasaan (afeksi).
Dimensi kepuasaan hidup meliputi pekerjaan, kesehatan, pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, hubungan sosial, keadaan lingkungan, keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, dan kondisi keamanan.
Dimensi perasaan mencakup rasa senang, tidah kuatir, dan tidak tertekan.
Sedangkan dimensi makna hidup terdiri dari kemandirian, penguasaan lingkungan, pengembangan diri, tujuan hidup, penerimaan diri, dan hubungan positif dengan orang lain.
Sayangnya data yang dirilis BPS baru ada tahun 2017 dengan indeks kepuasan Indonesia rata-rata 70,69. Jakarta memiliki nilai kurang bagus di dimensi kepuasan, terutama subdimensi pendidikan (63,38), pekerjaan (69 08), personal, dan pendapatan rumah tangga (65,74). Untuk kepuasan pekerjaan dan pendapatan rumah tangga ini skor Jakarta kalah jauh dengan Maluku Utara yang skornya masing-masing 74,05 dan 71,94.
Jadi ibu kota tidak menjamin seseorang puas akan pekerjaan dan pendapatannya.
Untuk dimensi perasaan, skor Jakarta untuk perasaan tidak cemas rendah yakni 62,94. Apakah ini berarti warga Jakarta sering cemas dan kuatir akan nasibnya? Skor tertinggi untuk rasa tidak cemas ini dimiliki provinsi Yogyakarta. Mereka nampaknya hidup adem ayem.
Jakarta juga memiliki skor rendah untuk rasa tidak tertekan, yakni hanya 66,90. Skor provinsi lainnya banyak yang lebih tinggi. Apakah ini bermakna warga Jakarta banyak yang merasa tertekan? Skor tertinggi di subdimensi ini diraih Kalimantan Utara dengan 73,12.
Pada dimensi makna hidup, uniknya skor Jakarta rendah untuk subdimensi pengembangan diri. Yaitu hanya 67,78. Kalah jauh di bawah Maluku Utara yang memiliki skor 72,68.
Apakah warga Jakarta sulit untuk mengembangkan diri?
Ya sayangnya indek yang dirilis BPS ini baru tahun 2017.
Namun indeks ini bisa jadi bahan renungan. Sebenarnya pembangunan selama ini buat siapa? Kemana duit APBD larinya sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan warga Jakarta. Padahal APBD Jakarta sangat besar. Jangan sampai menggunakan dalih penyerapan anggaran kemudian malah lari ke hal-hal yang tidak jelas.
Sebenarnya tanpa survei, warga Jakarta juga terlihat masih kurang bahagia. Banyak yang upahnya di bawah UMR. Selain itu situasi lalu lintas yang parah, dan situasi seperti penurunan tanah juga mulai menjadi bahan kecemasan warga.
Sedangkan untuk indeks kebahagiaan berdasarkan negara, Indonesia pada tahun 2020 berada di posisi ke-84 dari 150 negara. Negara yang paling bahagia adalah Finlandia. Indeks kebahagiaan ini dirilis Sustainable Development Solutions Network dengan sponsor PBB.
Indikatornya di antaranya PDB, tingkat korupsi, dukungan sosial, dan kebebasan pribadi. Skor Indonesia hanya 5,286 di bawah skor rata-rata. Finlandia skornya 7,842.
Dengan negara se-Asia Tenggara saja Indonesia kalah. Singapura di posisi 31 (6,377), Filipina di urutan 52 (6.006), Thailand di posisi 54 (5,99), Malaysia di posisi 82 (5,384), dan Vietnam di posisi 83 (5,353).
Pada tahun 2021, peringkat Indonesia naik menjadi urutan 82 dengan skor sedikit bertambah menjadi 5,345.