Pedagang dan Penjual Jasa Keliling yang Gigih Berjuang

 

pedagang keliling-islam pos

Jika seharian aku berada di rumah, ada banyak pedagang dan mereka yang menawarkan jasa yang berjalan dari gang ke gang. Beragam barang yang ditawarkan, mulai dari sayuran, ayam siap masak, aneka tanaman, baterai jam, perabot, roti, kue, tape, buah, jamu, sate, bakso, sekoteng, cendol, hingga ember-ember berukuran besar. Di bidang jasa, ada yang menawarkan jasa jahit, sol sepatu, dan reparasi sofa. Oh iya satu lagi, banyak berseliweran jual beli barang bekas atau yang biasa disebut rombeng. Mereka hadir sejak matahari terbit hingga sekitar pukul 22.00. Jalanan kamipun berubah bak etalase sebuah toko.

Saya menyukai kehadiran mereka. Jika malas ke pasar, saya cukup menghentikan tukang sayur atau tukang ikan. Mereka siap membersihkan ikan dan memotongkan ikan sesuai keinginan kita. Ada juga penjaja tahu yang menjual dagangannya saat senja. Tahu itu masih hangat serta rasa dan teksturnya berbeda dengan tahu yang dijual di pasar. Tahunya lebih beraroma kedelai dan teksturnya lebih rapuh. Penjual tahu ini selain menjual tahu juga menjual susu kedelai dan kembang tahu. Saya pernah membeli kembang tahunya yang masih segar. Rasanya kenyal dan cocok disantap dengan kuah jahe.

Untuk penjaja tanaman, sekarang mereka jarang hadir. Padahal dulu juga ada penjual tanaman yang datang jauh-jauh dari Puncak. Masih ada dua tanamannya yang masih eksis di teras rumah. Omong-omong dari Puncak, penjaja tape juga mengaku pagi-pagi berangkat dari Puncak, Bogor. Tape singkong dan ketan hitam yang dijual memang terasa lebih segar dan murah. Limaribu rupiah sudah dapat potongan tape yang cukup banyak dan bisa diolah menjadi tape goreng, tape bakar, atau kolak tape. Kadang-kadang ia juga menjual pisang tanduk yang matang di pohon.

Pedagang roti saat ini saya hitung semakin sedikit. Dulu ada delapan pedagang roti keliling dari pagi hingga malam hari. Kini jumlahnya menyusut hanya ada 3-4 pedagang. Pedagang roti tradisional yang memikul dagangannya sudah tidak pernah terlihat. Kasihan, mungkin mereka tidak mampu bersaing dengan pedagang roti modern.

Kebalikan dari pedagang roti keliling, penjaja sate saat ini semakin banyak. Dulu saya pernah bercerita jika teriakan saaaateee..teeee….saaaaateeee mulai sepi, tapi kini kembali meriah. Sekarang sejak matahari terbenam, ada sekitar 6-7 pedagang yang melintasi jalanan kami. Ada salah satu langganan kami yang bercerita ia berjalan kaki memikul dagangannya hingga 15 kilometer bolak balik. Saya merasa trenyuh, apalagi jika melihat mereka terus berjuang menawarkan dagangannya saat hujan mengguyur deras atau ketika warga sudah selesai berbuka puasa.

Gerobak nasi goreng juga sudah lama tidak nampak. Biasanya ada 2-3 pedagang, kini tidak nampak sama sekali. Begitu juga dengan gerobak bakso dan penjaja gorengan. Penjual bubur ayam, siomay, putu, tahu, es cincau, es cendol juga tidak nampak beberapa minggu ini. Mudah-mudahan mereka tidak nampak karena mudik bukan karena tidak punya modal usaha.

Selain pedagang tersebut, ada beberapa pedagang lainnya yang membuat saya terkadang nelangsa. Ada pedagang perabot yang menjual pisau, alat berkebun, dan macam-macam dengan dipikul. Ada penjaja kasur yang sekarang sudah tidak pernah terlihat. Pedagang tiang jemuran yang berkeliling sambil mengangkut tiang jemuran sambil berjalan kaki. Pedagang baterei jam dan remote control yang jarang dapat pembeli. Dan juga penjaja ember yang sering menjadikan kepala mereka untuk membawa ember-ember dagangannya yang berukuran besar. Para pedagang ini tidak setiap harinya mendapatkan pembeli namun mereka terus berjalan dan pantang putus asa.

Di antara penjaja jasa, jasa jahit/permak cukup laris diburu oleh kaum ibu. Tarifnya relatif murah. Untuk memperbesar/mengecilkan ukuran celana rata-rata Rp 5-6 ribu. Sedangkan yang paling sepi peminat adalah sol sepatu. Saat ini suara mereka makin jarang terdengar. Biasanya mereka datang pagi atau sore hari. Ada 2-3 orang penjaja jasa sol sepatu. Tapi pada bulan puasa ini mereka tidak nampak. Saya pernah menggunakan jasa mereka. Untuk sepasang sepatu, tarif berkisar 20-30 ribu. Sol ini dijahit sehingga sepatu saya lebih awet ketika melewati genangan air.

Untuk jasa rombeng atau jual beli barang bekas, jumlahnya cukup banyak. Ada lebih dari lima orang yang sering mondar-mandir di gang kami. Suaranya umumnya memelas, barang bekas…rongsok.. atau rombeng-rombeng. Saya beberapa kali memberikan kardus, botol plastik dan botol beling, juga perkakas yang tidak digunakan. Rumah lumayan bersih dan barang tersebut dapat dijual oleh mereka sebagai pemasukan.

Nah, coba lihat lingkungan rumah Anda. Siapa sajakah para pedagang yang gigih berjuang di jalanan Anda?

 

Gambar diambil dari islampos.com

~ oleh dewipuspasari pada Juli 11, 2014.

9 Tanggapan to “Pedagang dan Penjual Jasa Keliling yang Gigih Berjuang”

  1. mereka lebih hebat dari kita dalam hal mental…kaya jiwa

  2. Saya sering sekali hampir nangis melihat tukang jualan yg barangnya susah laku. Deket rumah saya selalu ada yang keliling menawarkan jasa reparasi sofa. Ngga tega lihatnya. Mereka jauh lebih terhormat dibandingkan pengemis yg masih sehat. Rasanya pingin jadi pengusaha dan bisa mempekerjakan orang2 ini.

    • Sepakat dengan Mila. Jika ada pedagang, tukang loak, sol sepatu lewat saya merasa sedih dan berdoa agar mereka laku. Ingin memberi mereka sesuatu tapi takut melukai harga diri mereka, mungkin bisa kalau sesekali. Setuju dengan Mila mereka orang yang tekun dan rajin, pasti mereka bisa pekerja yang baik asal ada modal atau yang memperkerjakan mereka.

  3. salah satu yang dirindukan dari Indonesia, convenience yang dihadirkan oleh para pedagang keliling ini. Sistem jemput bola mereka ini bikin kita nggak perlu pergi jauh untuk membeli barang/jasa yang kita perlukan…

    • Iya Okti, enak jika malas masak langsung panggil tukang sate atau nasi goreng:) Malas belanja ada tukang sayur dan tukang ikan hehehe.
      Cuma sering kasihan lihat penjual ember, sol sepatu, baterei jam, penjual tiang jemuran dan pedagang kasur yang barangnya susah laku.

      • Belum lagi, sebenarnya mereka pake sistem setoran. Sudah susah laku, dagangan bukan milik sendiri.

        • Iya Okti. Aku paling kasihan sama yang jual ember dan kasur. Kasur kan berat. Mereka bawa 2-3 kasur keliling jalan. Padahal sehari belum tentu laku satu buah. Penjual ember juga kasihan. Mereka sering naruh ember-ember besar di kepalanya. Mungkin mereka tidak punya modal beli gerobag dorong jadi dibawa apa adanya. Kasihan bagaimana jika seminggu tidak ada yang laku.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: