“Sebelum Pagi Terulang Kembali”, Ketika Film Jadi Penyebar Pesan Antikorupsi
Film bukan hanya media hiburan, melainkan juga seringkali menyebarkan pesan. Memasukkan muatan berat dalam sebuah film perlu keluwesan agar penonton juga tidak merasa terjejali, seperti dalam film “Sebelum Pagi Terulang Kembali”.
Muatan dalam film yang diproduksi Cangkir Kopi Production ini cukup berat yaitu pesan antikorupsi. Dalam menyampaikan wacananya, film ini menawarkan sebuah ironi, yaitu korupsi yang menjerat keluarga yang nampak harmonis dan dikenal memiliki kepala keluarga yang bersih.
Seorang kepala keluarga bernama Yan Prasetyo (Alex Komang) dikenal sebagai sosok birokrat yang jujur, tegas, dan bersih. Ia memiliki dua anak laki-laki, Satria (Fauzi Baadila) dan Firman (Teuku Rifnu Wikana) serta seorang anak perempuan, Dian (Adinia Wirasti)
Suatu ketika Yan meminta tolong anaknya, Satria, membantunya menyusun proposal sebuah proyek pembangunan pelabuhan. Tak dinyana anaknya ikut serta dalam pelelangan tersebut dengan menggunakan bendera perusahaannya. Dengan melibatkan anggota dewan bernama Hasan (Ibnu Jamil) dan dua kolega lainnya, mereka pun menang. Mereka memang menang lewat tender, tapi ada yang salah dalam proses tersebut karena melibatkan suap.

Dian tidak tahu Hasan terlibat dalam kasus korupsi (sumber: merdeka)
Si ayah tak kuasa menahan niat anaknya. Ia pun memilih mundur dari jabatannya. Satria semakin bertingkah meskipun di satu sisi ia merasa bersalah membuat ayahnya memilih keluar dari pekerjaannya. Saudaranya, Firman, selaku pembawa uang suap pun mulai diincar.
Pesan Antikorupsi dengan Ironi
Film “Sebelum Pagi Terulang Kembali” jelas bermuatan antikorupsi. Ceritanya secara gamblang menunjukkan aktivitas penyuapan dan lobi-lobi politik meski coba disampaikan secara ironi, yaitu melalui keluarga dengan latar belakang yang harmonis dan bersih.
Film yang dibesut oleh Lasja F. Susatyo ini ingin menawarkan sesuatu yang berbeda dengan latar keluarga tersebut. Ia tak ingin hanya menampilkan sisi hitam putih, dengan latar keluarga yang tipikal, keluarga korupsi berasal dari keluarga yang culas, bengis dan tak harmonis. Ini sepertinya juga selaras dengan pesan dari pihak KPK dan LSM antikorupsi agar menyebarkan semangat antikorupsi dari keluarga. Karena dari beberapa kasus, anggota keluarga tak tahu-menahu jika anak atau orang tuanya terlibat dalam tindakan korupsi.

Yan digambarkan sebagai birokrat yang bersih (sumber: UMM)
Sayangnya karakter dan latar keluarga ini kurang kuat. Yan hanya nampak ‘seolah-olah’ bersih dari dialog yang diucapkannya. Demikian juga dengan si ibu, Ratna (Nungki Kusumastuti) hanya ‘mampu’ sebagai seorang dosen yang mengajar di kelas.
Mereka nampak rapuh, lembek, dan benar-benar seperti tak berdaya menghadapi anak-anaknya yang sebenarnya sudah mulai terlihat pergeseran karakternya. Tak nampak upaya gigih dari keduanya membendung sikap anak-anaknya. Dalihnya adalah cuplikan puisi Kahlil Gibran, “Anakmu Bukan Milikmu”, yang entah kenapa menurutku kurang cocok untuk kasus dalam film ini, seperti orang tua yang benar-benar lepas tangan.
Selain itu, akting rata-rata pemain juga standar. Beberapa di antaranya terkesan datar. Memang pesan antikorupsi tetap tersampaikan, tapi dengan cara yang begitu gamblang, bukan dengan cara yang tersamarkan dan lebih meresap.
Detail Film:
Judul: Sebelum Pagi Terulang Kembali
Sutradara: Lasja F. Susatyo
Pemeran: Alex Komang, Fauzi Baadila, Nungki Kusumastuti, Adinia Wirasti, Teuku Rifnu Wikana
Genre: Drama
Skor: 7/10