Anak Kucing (Lagi)

anak kucing

Semalam aku menulis kisah fiksi dalam bentuk puisi berjudul “Tengah Malam dan Kucing Buta” (tautan di sini). Aku terkejut ketika keesokan paginya atau pagi ini hal tersebut terealisasi. Kisahnya juga sepertinya sama seperti dalam kisahku. Di halaman rumah seekor anak kucing buta haidir. Ia terus mengeong-ngeong memekakkan telinga. Aku ragu-ragu untuk mendekatinya. Kucingku sudah cukup banyak. Tapi kemudian aku merasa trenyuh melihat kondisinya.

Ia anak kucing buruk rupa. Sepertinya usianya baru beberapa minggu. Ia begitu kurus, tulang-tulangnya menonjol. Badannya kotor dan kedua matanya sulit terbuka, tertutup oleh sesuatu yang sulit dibersihkan.

Waduh bagaimana ini, apakah aku sanggup memeliharanya?

Ia sudah melihatku. Ia menghampiriku.

Aku pun mencari kardus. Kutemukan kardus dan kuletakkan ia di dalamnya. Ia nampak senang. Lalu kuambil air untuk minumnya dan tisu untuk membersihkan badannya.

Ia nampaknya pilek parah. Hidungnya juga mampat, matanya sulit dibuka.Kucoba bersihkan. Usahaku tak berhasil, tapi setidaknya satu matanya sedikit terbuka.

Ia kehausan. Sayangnya ia tak bisa minum sendiri. Kuberikan air lewat pipet. Ia juga nampak senang. Kuberikan sedikit susu untuknya.

Kucing itu di mana induknya? Apakah induknya sudah tiada dan ia sendirian?

Ia masih belum bisa makan. Ikan kalengan tak disentuhnya sama sekali. Ketika kusuapin, ia juga menolak.

Kayaknya ia perlu beristirahat, memulihkan tenaga.

Siang tadi hujan turun begitu derasnya. Aku langsung teringat si anak kucing. Ia langsung kubawa masuk dan kuganti kardus baru.

Ah dia tidur. Semoga ia mimpi indah dan besok lebih sehat.

 

~ oleh dewipuspasari pada September 22, 2020.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: